Menasehati Diri


Membaca tulisan yang baik itu seperti menasehati diri sendiri, dan kita merasa tidak terhina dengan tulisan itu. Meski, barangkali, yang menulis itu bukanlah siapa-siapa di mata kita.

Kata Sayyidina Ali Bin Abi Thalib ra., dengan menulis, kita dapat menyebarkan ilmu yang kita miliki. Ilmu lebih utama dibanding dengan harta karena ilmu itu mejaga kamu, sementara kamu mejaga harta.

Sejarah suatu bangsa, sejarah manusia, sejarah sebuah ilmu pengetahuan, dapat diketahui karena adanya tulisan, meskipun pada saat itu bentuk dan media tulisan tidak secanggih saat ini. Lantas, apa pengaruhnya kita mengetahui sejarah?

Sejarawan Milan Hubl mengingatkan tentang betapa besar pengaruh sejarah terhadap perjalanan suatu masyarakat atau bangsa. Bahwa langkah pertama menaklukan suatu bangsa adalah dengan merusak ingatan. Lalu perintahkan seseorang untuk menulis buku baru, membangun kebudayaan baru, dan menyusun sejarah baru. Tinggal menggantang waktu, bangsa itu akan lupa pada masa kini dan masa lalunya.

Inilah alasan terbesar saya tentang “Mengapa saya menulis?” adalah semoga saya bukan termasuk manusia yang lupa, lupa pada masa kini dan masa lalu. Menulis menjadi sarana yang paling efektif untuk mengingat kehidupan. Kehidupan itu tentu saja tentang pikiran, perasaan, dan pengalaman yang dialami.

Ada empat pengalaman atau lebih khusus ialah keterampilan berbahasa yang diterima seseorang secara berurutan. Keterampilan tersebut ialah menyimak (mendengar), berbicara, membaca, dan menulis. Saat pertama kali kita lahir kemampuan awal kita adalah menyimak, kemudian berbicara untuk selanjutnya. Lantas, masuk ke dunia pendidikan maka kita diajarkan membaca terlebih dahulu, dan yang terakhir adalah menulis.

Tidak penting bagi saya tentang kenapa menulis itu ada diurutan terakhir. Tidak selalu seperti itu memang, tapi keumuman hidup memang seperti itu. Bahwa kita harus menjadi penyimak dahulu baru berbicara, dan membacalah dahulu baru bisa menulis. Maknanya adalah pikiran dan perasaan kita itu seperti kendi air. Kendi bisa mengeluarkan air jika memang air dimasukkan kedalamnya. Oleh karena itu, dari menyimak dan membacalah kita kemudian bisa berbicara dan menulis. Dengan berbicara dan menulis, maka kita sedang mengungkapkan pikiran dan perasaan kita sendiri.

Selain itu, mengungkapkan pikiran dan perasaan merupakan pengalaman lain yang hebat. Terlebih khusus saat kita menulis. Mesti kita menulis untuk pembaca, hakikatnya menulis justru untuk diri kita sendiri. Bagi saya sendiri, saat menulis juga memberikan perasaan kesenangan dan kepuasan. Karena apa? Disanalah saya bisa merasa benar-benar menjadi saya sendiri. Hasil tulisan yang saya tulis itu adalah ternyata saya, dalam tulisan. Setiap kali saat berusaha menulis, saat itu pun saya berusaha memahami diri saya sendiri.

Kita lahir dalam keadaan lapar. Kita lapar akan makanan, akan kehangatan, akan sentuhan cinta, dan juga hal lainnya. Kita lapar akan pemahaman, akan pengetahuan tentang apa yang terjadi disekitar kita. Hampir sesaat setelah kita mulai bisa bicara, kita menanyakan pertanyaan yang sama berulang-ulang: “Kenapa?” Dan kita masih mengajukan pertanyaan yang sama saat berkata, tak lama kemudian, “Ceritakanlah sebuah dongeng untukku.” – Marion Dane Bauer

8 komentar:

  1. bener banget Mas, kadang tulisan yang kita temui membuat hati kita tersentak karena nasehatnya..
    tapi dengan membaca tulisan tersebut kosa kata bicara kita lebih banyak dibanding orang yang sering diam.. benar gak? hehe
    Follback ya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sering-seringlah membaca. Dan minta pada Allah agar kita bisa memahami apa yang kita baca. Semoga semakin lebih bijaksana dalam mengarungi kehidupan ini. Terima kasih, ya. :-)

      Hapus
  2. Lihat apa yang disampaikan atau isi dari yang disampaikan. Setuju..
    Seperti kata pembukanya "....yang menulis itu bukanlah siapa-siapa di mata kita."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi, katanya, meski masih subjektif, "isi" selalu lebih penting daripada "tampilan". Seringkali seperti itu. :-)

      Hapus
  3. alhamdulllah , berarti nggak salah dong selama ini saya ngeblog, beberapa bulan yang lalau saya menggebu-gebu tulis ttg paccaran dalam pandangan islam, eh tahu-tahunya ada yang konsultasi untuk putuskan pacara, menasehati sahabat yang pacaran, alhamdulillah, menulis lebih banyak menjangkau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah ya, ngeblog jadi hal yang positif bagi kita. Mudah-mudahan diistiqomahkan. ^^

      Hapus
  4. Buka mata dan hati ketika membaca tulisan. Dgn begitu bisa dapat nasehat untuk diri sendiri.
    Nice share mas Aan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buka mata, buka hati. Terimakasih mba Niken. :)

      Hapus

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Terima kasih.