26 Jun 2010

MULAILAH MELANGKAH


Seringkali yang menggagalkan cita-cita besar kita bukanlah orang lain. Tapi justru diri kita sendirilah pelakunya. Anda tak akan pernah sampai pada tujuan jika Anda masih duduk terdiam menunggu apa yang terjadi selanjutnya. Ingat, hal yang baik bisa jadi akan datang pada orang yang mau menunggu. Tapi tidak pada yang menunggu terlalu lama. Mulailah melangkahkan kaki sekarang juga.

21 Jun 2010

ROMANTIKA PASANGAN JIWA


Orang-orang di negerinya, di Mesir sana, menganggapnya pahlawan cinta. Mereka menyebutnya sebagai kampiun asmara.

Dody Al Fayed dan Lady Diana adalah sebuah roman yang tragis. Dua jiwa bertemu. Tapi tanpa raga. Mereka tidak ditakdirkan bersatu.

Tapi Lady Diana dan pangeran Charles adalah juga roman yang tragis. Dua raga bertemu. Tapi tanpa jiwa. Mereka pernah ditakdirkan bersatu. Tapi tidak ditakdirkan untuk saling mencintai.

Tragis. Terlalu tragis. Dua setengah milyar umat manusia yang ikut menyaksikan proses pemakaman Lady Diana dan Dody hanya mampu menangis. Menyatakan haru entah kepada siapa: sebab di alam jiwa mereka semua nestapa.

Tapi cerita Charles dengan Camilla Parker yang entah menjadi pemicu keretakan rumah tangganya atau tidak, menyelipkan sebuah pertanyaan besar: mengapa sang pangeran lebih tertarik dengan perempuan tua itu ketimbang Diana yang cantik dan anggun, Diana? Bahkan ketika Camila menjadi musuh bersama rakyat Inggris, Charles tetap menikahinya beberapa tahun kemudian? Seperti sebuah kehendak yang dipaksakan walaupun harus melawan arus. Tidak berartikah kecantikan Diana baginya? Dan apakah pesona perempuan tua yang membuatnya nekat itu?

Charles adalah sebuah cerita tentang kesepian. Punya ibu seorang ratu hampir sama dengan menjadi yatim. Maka Charles tumbuh dengan sebuah kebutuhan jiwa yang akut: seseorang yang bisa diajak bicara, mau mendengarnya dan mampu memahaminya, seseorang yang bisa membuatnya merasa sebagai orang normal yang bersikap wajar dalam kehidupannya. Camilla hadir dan bisa memenuhi kebutuhan jiwa itu. Sementara Diana tumbuh sebagai gadis cantik yang terlalu lugu untuk kerumitan-kerumitan besar yang dihadapi Cahrles. Ia bagus sebagai icon kerajaan yang cantik. Tapi tidak bagi Charles yang rumit. Jiwa mereka tidak bertemu ketika raga mereka justru seranjang.

Tim kehidupan pada intinya adalah ide tentang pasangan jiwa dalam katagori cinta jiwa. Bukan terutama tentang poligami. Ini ide tentang pertemuan jiwa yang disebabkan oleh kesamaan, atau kesepadanan, atau keseimbangan, atau kelengkapan. Jiwa-jiwa yang saling bertemu itu bisa dua atau tiga atau empat dan seterusnya. Sama persis dalam semua bentuk tim dalam sebuah organisasi.

Tim itu juga bisa besar pada mulanya lalu menciut pada akhirnya. Umar bin Khattab, misalnya, menceraikan dua istrinya yang sangat cantik, Jamilah dan Qaribah. Tapi bisa bertahan hidup bersama Ummu Kaltsum binti AN atau cucu Rasulullah saw yang usianya terpaut lebih 40 tahun.

Itu sebabnya cinta jiwa merupakan sumber semua cerita roman percintaan dalam sejarah umat manusia. Baik yang berujung tragis maupun yang berakhir bahagia. Jiwa mempunyai hajatnya sendiri. Maka ia lebih bisa mengenal pasangannya sendiri. Juga bergerak dengan caranya sendiri menuju pasangannya.

Di alam jiwa, terlalu banyak kaidah dan kebiasaan alam raga yang tidak berlaku. Itu membuatnya rumit. Tapi agung. Rumit jalan ceritanya. Tapi agung suasananya. Rumit untuk dicerna. Tapi agung untuk dirasakan. Maka romantika cinta pasangan jiwa selalu begitu: bauran yang kompleks antara kerumitan dan keagungan.

(Majalah Tarbawi edisi 140 Th.8/Ramadhan 1427 H/28 September 2006 M)

19 Jun 2010

CATATAN LAMA (2) / GALAU

Pernahkah terpikir, mengapa kita selalu butuh akan sesuatu yang telah pergi? Ya, pasti sangat sering. Mungkin itu pula yang terjadi padaku saat ini. Ketika semua seolah terlambat untuk untuk mengulang, hal itu telah pergi dan sulit untuk di kejar. Bisa jadi itulah sebuah kesia-siaan namun bisa jadi itulah pelajaran. Waktu memang tak bisa berjalan mundur tapi waktu memberi kita kesempatan walau kita tak bisa menduganya.

Sekali lagi harus kucamkan dalam hidup bahwa betapa penting sebuah kesempatan itu. Paling penting dari segalanya adalah kesempatan diberikannya kepada kita waktu.

Kuharap kudapat mengetahui sang waktu dan bisa bersama-samanya dengan bahagia ..

jam 06.24
27 Juni 2008

CATATAN LAMA

Ketika tadi siang sedikit berbincang dengan pak miftah, beliau mengatakan bahwa hidup itu haruslah berkembang. Kita jangan sampai terperangkap rutinitas dan akhirnya kita menjadi jumud. Bila seseorang hanya diam saja maka ibaratnya orang tersebut bagaikan besi yang berkarat. Gerakannya akan semakin tidak elastis dan ujung-ujungnya hancur.

Dalam hidup ini-masih kata pak miftah-, ternyata orang yang punya keinginan dan yang tidak punya keinginan tidak bisa dibedakan. Bila si orang yang punya keinginan itu hanya diam saja, sungguh tak ada bedanya.

Yang jelas keinginan itu haruslah dilaksanakan, tidak masalah bisa tercapai atau tidak karena itulah perbedaan antara yang punya keinginan dan ingin mewujudkannya dengan orang yang hanya diam saja.

Banyak hal yang menjadi pemikiranku saat itu, betapa tidak! bila diriku berkaca lagi ke belakang, ternyata banyak sekali keinginanku saat itu dan hampir semua tidak pernah terrealisasikan. Ternyata memang benar hampir tak ada bedanya orang yang punya banyak keinginan namun diam saja dengan orang yang tidak punya keinginan. Sama-sama tak mendapatkan apa-apa…

Pkl.00.33 tgl.13 juli 2008

Waktunya Revisi

Ternyata tidak hanya manusia saja yang menganggap waktu adalah sesuatu yang penting. Semesta raya yang terikat dengan waktu pun membuat setiap sendi pengisinya terikat dengan waktu. Tetumbuhan dan binatang, ritme hidupnya memperkirakan pergantian waktu. Mereka memperkirakan kapan pagi menjelang, malam menyongsong, musim dingin menyerang, atau musim panas merongrong. Pertanyaannya, "Apa sebenarnya waktu itu?".

Waktu tak bisa di lihat. Detik, menit, jam, hari, bulan, tahun hingga abad hanyalah symbol dari waktu. Bukan wujud dari waktu. Yang kita rasakan hanyalah lama dan sebentar. Itu adalah pengertian tentang waktu, namun sadarkah kita bahwa waktu terus berlalu, dan waktu pun terus berjalan dengan atau tanpa kejadian?

Waktu adalah anugerah. Kita harus memanfaatkannya sebaik mungkin. Dan kita memiliki kemampuan untuk itu. Kuncinya memanfaatkan sebaik mungkin. Momen perubahan tidak hanya ada pada tahun baru saja atau momen-momen lain yang serupa. Apalagi jika momen tersebut hanya kita gunakan sebagai ajang pelampiasan atas ketakberdayaan kita atas kegagalan-kegagalan kita di masa lalu.

Lakukan revisi besar dalam hidup. Perjalanan hidup seseorang di suatu masa, memang tak menjadi ukuran apapun bahwa ia akan menjadi seperti apa di masa yang lain. Sepotong episode hidup seseorang di suatu waktu, tak pernah menjadi ukuran bahwa ia juga akan menjadi orang yang sama dengan episode hidupnya di masa tertentu.

Kita harus merespon perubahan-perubahan dalam hidup ini. Merevisi hidup, merupakan perkara besar. Revisi selalu membutuhkan pengorbanan besar, mungkin juga rasa sakit. Ini jika kita harus merevisi dan merubah sesuatu yang buruk menjadi baik. Termasuk meninggalkan suatu keburukan pada kebaikan, melepas suatu kebiasaan buruk, membuang tradisi buruk yang mungkin sudah dilakukan berulangkali dan kita merasakan kenikmatan sendiri melakukan keburukan itu.

Seperti perkataan Muhammad Natsir, "Sejarah telah menunjukkan, tiap-tiap bangsa yang telah menempuh ujian hidup yang sakit dan pedih, tapi tidak putus bergiat menentang marabahaya, berpuluh, bahkan beratus tahun lamanya, pada satu masa akan mencapai satu tingkat kebudayaan yang sanggup memberikan penerangan kepada bangsa lain."

Betapa banyak orang yang tidak cenderung mau memeriksa perjalanannya lalu merevisi hidupnya. Sampai hidupnya perlahan terus digerogoti usia, sampai jasadnya terus menerus dimakan waktu yang tak pernah berhenti. Hingga akhirnya, ia tak mampu lagi melakukan perubahan yang berarti karena renta, atau karena usianya yang memang sudah selesai waktunya.

Betapa banyak diantara kita yang tidak peduli dengan perguliran waktu, dan membiarkan hidupnya berjalan seperti air, tanpa target, tanpa rencana, tanpa tujuan yang jelas. Hingga hidupnya terjebak pada situasi yang tak memungkinkannya lagi untuk merubah arah. Betapa banyak di antara kita. Orang yang membiarkan kehidupannya berlalu dengan produktifitas kebaikan yang rendah, sementara orang-orang lain telah memiliki saham kebaikan di mana-mana. Hidupnya berlalu begitu saja dan berakhir begitu saja.

Hidup terlalu mahal untuk dibiarkan mengalir seperti air. Apalagi jika kita menyadari, air selalu berbentuk seperti wadahnya, lalu jika wadahnya kemaksiatan, apakah kita rela terbentuk olehnya? Air juga mengikuti hukum gravitasi, ia akan turun, mencari tempat ke bawah, apakah kita mau terus menerus "turun"?

Hidup harus direncanakan, diarahkan dan dipelihara sedemikian rupa agar tujuan hidup benar-benar tercapai. Hidup harus pula direvisi, dibenahi, dirubah jika perlu dan memang harus mengalami perubahan. Agar hidup ini bisa seiring sejalan dengan semakin bertambahnya amal-amal shalih yang menjadi alurnya. Sampai seperti apa yang dikatakan Utsman bin Affan RA, "Tak ada kecintaan padaku pada perguliran hari dan malam, kecuali aku menemui Allah dengan membaca Mushaf."

Mari, kita menghisab diri kita masing-masing. Perlukah kita merivisi hidup kita untuk mencapai tujuan hidup kita yang paling hakiki? Jika harus, bersegeralah, jangan tunda-tunda. Jangan tunggu tahun berikutnya!


Bandung, Januari 2010.

DATANG KE TUKANG CUKUR

Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang TUHAN.

Si tukang cukur bilang,"Saya tidak percaya kalau TUHAN itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu ?" tanya si konsumen.

"Begini, coba kamu perhatikan di depan sana, di jalanan…. untuk menyadari bahwa TUHAN itu tidak ada".

"Katakan kepadaku, jika TUHAN itu ada. Adakah yang sakit? Adakah anak-anak terlantar? Adakah yang hidupnya susah?" .

"Jika TUHAN itu ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan".

"Saya tidak dapat membayangkan TUHAN Yang Maha Pengasih dan Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi".

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon apa yang dikatakan si tukang cukur tadi, karena dia tidak ingin terlibat adu pendapat. Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar, kotor dan brewok, tidak pernah dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur tadi dan berkata :

"Kamu tahu, sebenarnya di dunia ini TIDAK ADA TUKANG CUKUR..!"

Si tukang cukur tidak terima, dia bertanya : "Kamu kok bisa bilang begitu?".

"Saya tukang cukur dan saya ada di sini. Dan barusan saya mencukurmu!"

"Tidak!" elak si konsumen.

"Tukang cukur itu TIDAK ADA! Sebab jika tukang cukur itu ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana", si konsumen menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur itu tetap ada!", sanggah si tukang cukur.

"Apa yang kamu lihat itu adalah SALAH MEREKA SENDIRI, kenapa mereka tidak datang kepada saya untuk mencukur dan merapikan rambutnya?", jawab si tukang cukur membela diri.

"COCOK, SAYA SETUJU..!" kata si konsumen.

"Itulah point utamanya!.. Sama dengan TUHAN.

"Maksud kamu bagaimana?", tanya si tukang cukur tidak mengerti.

Sebenarnya TUHAN ITU ADA ! Tapi apa yang terjadi sekarang ini.?

Mengapa orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU mencari-NYA..?

Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini."

Si tukang cukur terbengong !!!! Dalam hati dia berkata : "Benar juga apa kata dia..kenapa aku tidak mau datang kepada TUHANKU, untuk beribadah dan berdoa, memohon agar dihindarkan dari segala kesusahan dalam hidup ini..?"

JIKA ANDA BERPIKIR TUHAN ADA , SAMPAIKAN HAL INI KE ORANG LAIN…. SEMOGA KITA SELALU DIBERI KEBAIKAN DALAM HIDUP INI..AMIEN

MENIKAH, KENAPA TAKUT?


dakwatuna.com – Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?

Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.

Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.

Menikah itu Fitrah

Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. Wa min kulli syai'in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra: 77)

Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.

Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.

Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.

Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.

Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.

Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.

Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, "Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah."

Menikah Itu Ibadah

Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, "Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa." (HR. Baihaqi, hadits Hasan)

Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.

Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.

Pernikahan dan Penghasilan

Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?

Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.

Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma 'alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.

Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.

Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi'un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.

Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, "Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup." Al-Qurthubi berkata, "Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan." (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami' liahkamil Qur'an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).

Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, "Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi." (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: "Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan." (HR. Turmudzi dan Nasa'i)

Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, "Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat." (lihat Siyar A'lamun Nubala' oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.

Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.

Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.

Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.

Pernikahan dan Menuntut Ilmu

Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.

Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba'dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.

Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.

Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.

Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.

Kesimpulan

Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.

Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian "pernikahan sebagai beban" ke "pernikahan sebagai ibadah". Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba "jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah". Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.

Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a'lam bishshawab. <>

6/2/2007 | 17 Muharram 1428 H
Oleh: DR. Amir Faishol Fath

16 Jun 2010

Orang Kaya dan Orang Miskin Bertemu di Surga

Alkisah, di suatu negeri pernah hidup seorang kaya raya, yang rajin beribadah dan beramal. Meski kaya raya, ia tak sombong atau membanggakan kekayaannya. Kekayaannya digunakan untuk membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga-tetangganya yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya. Di musim paceklik, ia membagikan bahan pangan dari kebunnya yang berhektar-hektar kepada banyak orang yang kesusahan. Salah satu yang sering dibantu adalah seorang tetangganya yang miskin.

Dikisahkan, sesudah meninggal, berkat banyaknya amal, si orang kaya ini pun masuk surga. Secara tak terduga, di surga yang sama, ia bertemu dengan mantan tetangganya yang miskin dulu. Ia pun menyapa.

"Apa kabar, sobat! Sungguh tak terduga, bisa bertemu kamu di sini," ujar si kaya. "Mengapa tidak? bukankah Tuhan memberikan surga pada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa memandang kaya dan miskin?" jawab si miskin.

"Jangan salah paham, sobat. Tentu saja aku paham, Tuhan Maha Pengasih kepada semua umat-Nya tanpa memandang kaya-miskin. Cuma aku ingin tahu, amalan apakah yang telah kau lakukan sehingga mendapat karunia surga ini?"

"Oh, sederhana saja. Aku mendapat pahala atas amalan membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya...."

"Bagaimana itu mungkin?" ujar si kaya, heran.

"Bukankah waktu di dunia dulu kamu sangat miskin. Bahkan seingatku, untuk nafkah hidup sehari-hari saja kamu harus berutang kanan-kiri?"

"Ucapanmu memang benar," jawab si miskin. "Cuma waktu di dunia dulu, aku sering berdoa: Oh, Tuhan! Seandainya aku diberi kekayaan materi seperti tetanggaku yang kaya itu, aku berniat membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan banyak amal lainnya. Tapi apapun yang kau berikan untukku, aku akan ikhlas dan sabar menerimanya."

"Rupanya, meski selama hidup di dunia aku tak pernah berhasil mewujudkannya, ternyata semua niat baikku yang tulus itu dicatat oleh Tuhan. Dan aku diberi pahala, seolah-olah aku telah melakukannya. Berkat semua niat baik itulah, aku diberi ganjaran surga ini dan bisa bertemu kamu di sini," lanjut si miskin.

Maka perbanyaklah niat baik dalam hati Anda. Bahkan jika Anda tidak punya kekuatan atau kekuasaan untuk mewujudkan niat baik itu dalam kehidupan sekarang, tidak ada niat baik yang tersia-sia di mata Tuhan…..

Sumber: Anonim

---

Dari Ibnu Abbas rodhiallohu ‘anhu dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda menyampaikan apa yang diterimanya dari Tuhannya Alloh ‘azza wa jalla. Dia berfirman, “Sesungguhnya Alloh mencatat semua amal kebaikan dan keburukan”. Kemudian Dia menjelaskan. “Maka barang siapa telah berniat untuk berbuat suatu kebaikan, tetapi tidak melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal kebaikan. Jika ia berniat baik lalu ia melakukannya, maka Alloh mencatatnya berupa sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan masih dilipatgandakan lagi. Dan barang siapa berniat amal keburukan namun tidak melakukannya, Alloh akan mencatatnya sebagai amal kebaikan yang utuh, dan bila ia berniat dan melakukannya, maka Alloh mencatatnya sebagai satu amal keburukan.” (HR. Bukhori dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya dengan redaksi tersebut).

15 Jun 2010

DETIK-DETIK SAKARATUL MAUT RASULULLAH SAW

Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.

Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah asulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.

“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.

“Siapakah itu wahai anakku?”


“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.

Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.

Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.

Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah.

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya.

“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

14 Jun 2010

Memaafkan

Suatu hari raut wajah Rasulullah saw tampak berseri-seri. Tak lupa beliau menampakkan senyumnya sampai kelihatan kilau gigi putihnya. Maka Umar bertannya, ada apa gerangan ?

Rasulullah berkata “Kulihat ada dua orang dari umatku yang mendatangi Allah ‘Azza wa Jalla,”

Yang satu berkata : “Ya Rabby hukumlah orang ini yang telah mengambil hak dan menganiayaku di dunia”.

Lalu Allah memerintahkan kepada si zhalim tersebut agar mengembalikan haknya.

“Ya Rabby”. Kata si zhalim, “aku tidak lagi memiliki simpanan perbuatan baik yang bisa menggantikan haknya.”

“Dia sudah tidak memiliki sisa-sisa perbuatan baik untuk menggantimu, lalu apa yang kau harapkan darinya ?” kata Allah kepada satunya.

“ Ya Rabby, pindahkan kepadanya dosa-dosaku. Biar dia yang memikulnya”. Katanya.

Tiba-tiba air mata Rasulullah membasahi pipinya karena mengenang hari-hari yang maha dahsyat itu. Beliau berkata , “Hari itu adalah hari-hari yang maha dahsyat, hari dimana setiap orang berusaha untuk melepaskan setiap beban dosa yang dipikulnya.”

Kemudian Allah berkata kepada si teraniaya, “Wahai Fulan, angkat pandanganmu dan lihatlah surga-surga yang tersedia.”

“ Ya Rabby, saya lihat negeri-negeri yang terbuat dari perak dan istana-istana dari emas yang terhias indah dengan mutiara-mutiara yang berkilauan, Apakah semua itu Engkau persiapkan untuk Nabi dan Rasul-Mu, para shiddiqin dan orang-orang yang syahid ? “

“Tidak!” Kata Allah. “Semua itu Kusiapkan bagi siapa saja yang sanggup membelinya”.

“Siapakah mereka ya Rabby ?”

“Engkau juga mampu memilikinya”

“Bagaimana caranya? “

“Dengan mema’afkan saudaramu itu”

“Kalau begitu, aku maafkan dia ya Rabby”

“Ambilah tangan saudaramu itu dan masuklah kalian ke dalam surga yang Kujanjikan”.

Kemudian Nabi mengakhiri kisah ini dengan pesan sabdanya, “Bertaqwalah kamu kepada Allah dan berbuat baiklah dalam hubungan antar sesama. Sungguh Allah swt akan mendamaikan antara orang-orang yang beriman kelak pada hari kiamat”.

BACANYA YANG KERAS YA PAK ..



Berikanlah kebahagiaan bagi mereka yang anda cintai. Saat semuanya terjadi, penyesalan sudah sangat terlambat

--

Semuanya itu disadari John pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka.


Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Magy di suatu sore sekitar 3 minggu yang lalu. Malam itu, 3 minggu yang lalu John membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham.


Pada saat John memeriksa pekerjaannya, Magy putrinya yang baru berusia 4 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan suara manjanya, “Papa lihat!” John menengok kearahnya dan berkata, “Wah, buku baru ya?”


“Ya Papa!” katanya berseri-seri, “Bacain dong!


“Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh”, kata John dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya.

Magy hanya berdiri terpaku disamping John sambil memperhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali “Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy”.


Dengan perasaan agak kesal John menjawab: “Magy dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya”.


“Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa” katanya sendu. “Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu.”


“Lain kali Magy, sana! Papa sedang banyak kerjaan.” John berusaha untuk tidak memperhatikan Magy lagi.


Waktu berlalu, Magy masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat bukunya. Lama sekali John mengacuhkan anaknya. Tiba-tiba Magy mulai lagi “Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka”.


“Magy, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali!” dengan agak keras John membentak anaknya.


Hampir menangis Magy mulai menjauh, “Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali”.


Tapi Magy kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambil berkata “Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bisa ikut dengar.


John hanya diam. Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran John. John teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil diatas tangannya yang kasar mengatakan:“Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar”. Dan karena itulah John mulai membuka buku cerita yang diambilnya, dari tumpukan mainan Magy di pojok ruangan.

Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan koyak. John mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya. John sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah. John terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin, cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. Mungkin…

11 Jun 2010

BERLINDUNG DARI KEGELISAHAN









Doa yang di contohkan Rasulullah Muhammad SAW jika kita mendapatkan kegundahan dan kegelisahan :

Allahuma inni ‘audzubika minal hammi wal hazan, wa audzubika minal ajzi wal kasal, wa audzubika minal jubn wal bukhl, wa audzubika min ghalabati daini wa qohrirrijal.


"Wahai Allah aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan, dari rasa lemah dan kemalasan, dari kebakhilan dan dan sifat pengecut, dan dari beban hutang dan tekanan orang-orang (jahat)."

Amin Allahuma amin ..

10 Jun 2010

4 ALASAN PRIA MENIKAH

VIVAnews - Topik pernikahan bukan saja menjadi monopoli pembicaraan di antara wanita. Para pria juga memiliki pendapat sendiri mengenai ikatan pernikahan.

Saat menemukan tambatan hati atau 'the one', banyak yang memimpikan akan saling mencintai dan menjadi tua bersama selama sisa hidup mereka. Hal ini berlaku baik pada pria maupun wanita.

Seperti halnya wanita, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi pria untuk memulai rumah tangga, bukan semata-mata karena alasan hati. Betty Confidential mengulas beberapa alasan tersebut, di antaranya:

- Jatuh cinta

Saat melihat atau berkenalan dengan wanita menarik hatinya, pria yang tak berpikir menikah dalam waktu dekat pun bisa berubah pikiran. Banyak pria yang mengakui langsung jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat seorang wanita dan merasakan wanita tersebut orang yang tepat menjadi istrinya. Meski terlihat emosional dan impulsif, banyak pria yang merasa keluarganya langgeng dari hubungan ini.

- Menunggu saat tepat

Bagi pria tipe ini, mereka biasanya telah menemukan sesosok wanita yang akan mereka nikahi dan menghabiskan hidup bersama. Namun, pria ini lebih realistis dan memperhitungkan waktu yang tepat.

Selama berhubungan dengan calon istri, mereka akan mencari kapan waktu yang tepat menikah untuk menjamin kehidupan pernikahan. Mereka akan memutuskan menikah bila merasa cukup dalam hal kedudukan, karier dan finansial.

- Memiliki nilai dan rencana hidup sama

Pria akan memilih wanita yang memiliki nilai-nilai dalam kehidupan dan rencana masa depan yang mirip dengan dirinya. Sebuah komitmen tentang kehidupan bersama dalam keluarga dan memiliki tanggung jawab membuat para pria merasa lebih memiliki arti.

- 'Sudah waktunya'

Bagi pria jenis ini, menikah hanyalah bagian dari kehidupan yang harus dilalui dalam setiap fase kehidupannya. Bahkan, terkadang mereka sangat spontan saat memutuskan menikahi seorang wanita. Menurut pria ini, setelah sekolah, bekerja, menikah, memiliki keluarga dan anak-anak adalah bagian dari kehidupan normal yang seharusnya dijalani.

Meski memutuskan menikah, kebanyakan pria mengakui perkawinan tidak mengubah hubungan yang dibangun sejak awal. Selain lebih tenang, pria mengakui pernikahan terkadang menciptakan rutinitas dengan sedikit kejutan. (umi)

BANK MANDIRI, Rp. 4.000 & VIDEO PORNO

Hari itu aku dan istriku pergi ke Bank Mandiri terdekat. Bank Mandiri cabang Puri Sentra Niaga. Kami berencana menutup account tabungan dolar kami disana.

Seorang officer bank Mandiri bernama Laila Marlina –ini nama asli- melayani kami. Sejujurnya kami sudah agak lupa dengan wajah, begitu pula dengan namanya. Rupanya ia orang yang sama, ketika kami membuka rekening dolar beberapa bulan yang lalu. Tahu dari mana ? Ketika telah selesai melayani kami, Laila sembari tersenyum menyodorkan secarik dokumen bukti transfer (karena dana kami disana, langsung kami konversi ke account yang lain.) berserta empat lembar uang ribuan.

“Lho, ini apaan ?”, tanya Wida, istriku tidak mengerti, sambil memandang uang empat ribu rupiah itu.

“Ibu Wida, saya minta maaf”, jawab Laila kalem.

“Maksudnya ?”

“Ini uang kembalian Ibu. Dulu waktu buka rekening, Ibu khan bayar meterai, nah kembaliannya tertinggal”.

“Ah, masa iya..”, seru Wida terheran-heran,”masih kalian simpan ?”

“Iya Bu, ini di laci”, jawab Laila tersenyum, “kami sudah infokan kesetiap officer, supaya memberikan ini kepada Ibu, jika Ibu kebetulan datang kesini”.

Luar biasa !

Beberapa bulan uang kembalian itu disana dan masih disana, hingga orang yang berhak datang, meskipun orang tersebut sudah lupa bahkan tidak mengetahui kejadian itu.

Siapapun tahu Pak Agus Martowardojo –mantan dirut yang telah merestrukturisasi Bank Mandiri- adalah orang hebat, cerdas, sakti mandraguna ! Tetapi justru perbuatan kecil dan sepele yang dilakukan oleh salah satu officer beliau inilah, yang membuat kami, nasabah Bank Mandiri merasa tersentuh hatinya. Dan merasa perlu untuk menulis sebuah artikel untuk mengapresiasi tindakan sepele, sederhana namun luar biasa yang dilakukan oleh Laila Marlina ini.

Apresiasi terhadap sebuah tindakan yang kelihatan kecil namun terpuji itu lebih dari perlu. Itulah pupuk bagi perilaku baik. Standard norma yang seharusnya tidak dapat ditawar-tawar oleh siapapun. Sekarang tengoklah berita yang dipenuhi dengan beredarnya video porno, yang pelakunya mirip artis-artis beken itu. Kemudian perhatikan bagaimana masyarakat bereaksi. Bagaimana kaum muda-generasi penerus kita bereaksi. Apakah ini hal remeh yang hanya pantas ditanggapi dengan cekikikan, rasa ingin tahu, kemudian menjadi konsumsi oleh infotaiment belaka ?

Rasanya bangsa ini sedang meremehkan pengaruh bejat video-video mesum itu terhadap standard moral bangsa dan agama. Sesuatu yang sama sekali tidak pantas untuk sekedar digosipin !

Seharusnya pihak berwajib mencari tahu semua itu dengan tuntas ! DPR pun seharusnya bereaksi keras, dan bukan hanya menghabiskan konsentrasi membahas dana aspirasi saja. Kejar pelaku dan pengedarnya, lalu tangkap dan hukum seberat-beratnya (tanpa tambahan menu : makelar kasus) !!

Apa yang mereka lakukan itu lebih jahat dari yang Dr. Azhari dan kroninya lakukan, walaupun kerusakannya tidak terlihat oleh mata. Lebih dari sekedar bom bunuh diri, pemain video porno itu bagai menyebar wabah penyakit yang tidak tampak tapi mematikan. Jika orang yang dicap teroris itu berjuang mati-matian untuk sesuatu ideologi yang ia pandang sebagai kebenaran, lalu
bagaimana dengan pemain-pemain video porno itu ? Apa yang mereka perjuangkan ? Tidak ada ! Hanya iseng !!!

Bisa jadi jika pelakunya benar para artis tersebut (sekali lagi, jika benar), maka seketika itu juga, siapapun yang ingin ngetop- artis atau bukan- akan meniru cara yang mereka lakukan : telanjang atau berhubungan intim dengan siapa saja yang mereka suka, lalu membuat gempar jagat internet sehingga mereka tambah terkenal, tetapi tetap memperoleh simpati karena
dianggap korban.

Sebuah perbuatan yang sama sekali tidak sepele, tidak sederhana dan luar biasa bejat. Memamerkan gaya hidup maksiat yang jika dibiarkan akan menjadi trend dan merusak pemuda-pemudi, menodai norma-norma bangsa lalu membuat bangsa ini kualat, sial dan ikut-ikutan geblek dihadapan TUHAN. Laila..Laila..ajari kami berbuat sesuatu yang kecil namun berarti (*)

--
From Bali with Love ...

Artikel ini saya dapat dari Milis,
Tulisan bapak Made Teddy Artiana. Salam untuk Anda pak.. ^_^

.: MiHeSo :.