"Sebenarnya apa yang akan kamu tulis?"
"Entahlah..." sambil menghela nafas, "inginnya tentang suatu kehidupan yang baru saja kualami."
"Apa itu?"
"Tapi rasanya, aku pun sendiri tak kuat untuk menulisnya."
"Iya apa?"
"Ini, yang ada disini," memegang dada, "dan rasanya perih sekali.."
"Tulis saja, apa pun itu!"
(Hening)
"Biarkan mengalir, hatimu berhak untuk bebas."
"Iya, aku tahu.."
"Tapi, bersabarlah..."
***
Aan Syn | Ansopiy
09 Maret 2012
Waaa...dialog kayak gini nih mas..yg lagi berputar2 begitu aja di kepalaku..-___-
BalasHapusSedikit menyesakkan. Sungguh.
hati-hati...ntar hatinya malah lari nda karuan^^
BalasHapusseperti apa yang di rasakan ketika sesuatu telah berubah menjadi tidak sesuatu lagi sehingga,,,,
BalasHapusbimbang dan akhirnya,,,pergiiiiii,,,,,,,,,,,,,,,,,
"hatimu berhak bersabar"
BalasHapusbetulll..
:)
sebebas butungmerpati kah--he he udah penasaran tulisannya hanya ditulis dikalbu--
BalasHapuskunjungan sob ..
BalasHapussalam sukses selalu .:)
lagi galau keknya nih.
BalasHapuslogika ma perasaan pada lari menjauh. hihih
#edisi sok tau. selalu sja. :)
keren mass postinganya
BalasHapusmakasih gan dialognya bagus sekali ...
BalasHapuscock buat hati yank lagi galau
Yaaaahhhh... terperangah saya dengan judulnya.
BalasHapusTernyata ceritanya masih di konsep yah. Yo uwes, ditunggu bang Sopiyan ceritanya.. :)
satu subjek jadi dua, sangat indah mas, creative pun. sepertinya kita semua sama, punya dialog yang sama tapi bahasa yang berbeda :)
BalasHapushatiku menulis bebas..... wah, aku kagum membacanya... aku jadi teringat akan tulisan lamaku yang dulu.... aku dulu sering sekali mengalami saat dimana hatiku begitu ingin berteriak.... tapi ketika tulisanku begitu lancar dan kubaca ulang, aku masih tidak menemukan apa yang menjadi masalah di hati,,, melainkan potongan2 kata yang mewakili hanya satu atau dua emosi dari semuanya.... ^___^
BalasHapusdan benar,,,, hatimu berhak untuk bebas