30 Sep 2010

Anak Kecil Yang Takut Api Neraka

Dalam sebuah riwayat menyatakan bahawa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai, sedang dia berjalan-jalan dia terpandang seorang anak kecil sedang mengambil wudhu' sambil menangis.

Apabila orang tua itu melihat anak kecil tadi menangis, dia pun berkata, “Wahai anak kecil kenapa kamu menangis?”

Maka berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik saya telah membaca ayat al-Qur'an sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, ‘Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum” yang bermaksud, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.’”

“Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka.”

Berkata orang tua itu, “Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalm api neraka.”

Berkata anak kecil itu, “Wahai pakcik, pakcik adalah orang yang berakal, tidakkah pakcik lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali yang mereka akan letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.”

Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguh anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa maka bagaimanakah keadaan kami nanti?”

21 Sep 2010

Apa Kata Hati

Ingin sekali mencapai apa yang dikatakan oleh Hati..

7 Sep 2010

Quotes By Mario Teguh

Engkau yang tidak tegaan,

sulit mengatakan tidak,

dan tersiksa jika harus menolak yang tidak baik,

sebetulnya sedang berlaku tidak tegas bagi kebaikanmu sendiri,

yang akan menyiksamu dalam penyesalan.

Karena,

Tidak sampai hati menolak yang tidak baik,

sama dengan sampai hati merusak hidupmu sendiri. ...

Dan jika engkau sampai gagal, apakah mereka akan menolongmu?

Ini hidupmu.

Tegaslah.

Katakan tidak!

________________________________________________

Aku tahu hatimu sedang pedih,

karena jiwa yang kau cintai dan kau baktikan hidupmu untuknya,

menaruhmu di urutan akhir dalam perhatiannya. ...

Jika ia belum mampu memuliakanmu,

engkau berharap setidaknya ia mengasihimu.

Engkau hidup untuknya,

tetapi mengapakah engkau seolah harus mengemis bagi sedikit perhatiannya?

Adikku, bersabarlah.

Indahkanlah dirimu, bagi Tuhanmu, yang akan menyelamatkanmu dari pengabaian.

4 Sep 2010

(De)sain Masa Depan

Oleh: Edy Suhardono *

Desain suatu produk atau layanan adalah penentu yang memengaruhi ragam dan tingkatan kesejahteraan masyarakat di masa depan melalui berbagai cara. Desain berpengaruh dan beredar secara kompetitif, seolah "senjata" yang melekat pada strategi bisnis. Desain menjadi juga semacam jembatan antara perusahaan dan konsumen dalam format interaksi interpersonal seperti: pertemanan, kepercayaan, keterandalan, bahkan pengakuan.

Di sisi lain, kepekaan menangkap efektivitas sebuah desain sangat bergantung pada tingkat kecerdasan interpersonal seseorang, salah satu komponen kecerdasan yang memampukan sang penanggap mempersepsi tingkat kritikalitas suatu kebutuhan, keinginan, gelagat, dan hasrat orang lain dalam rentang waktu tertentu. Makin tak pasti dan makin penting pemenuhan suatu kebutuhan, makin kritis kebutuhan, dan makin tinggi bobot desain yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan itu.

Jadi, desain yang futuristik adalah yang mampu menjawab kebutuhan kritis: kebutuhan yang sangat penting sekaligus sangat tak pasti sebagaimana saya sentilkan melalui cerita berikut.

Bubur Telanjur
Kala mengulang membaca buku "Catatan Seorang Demonstran", yang tak lain adalah catatan harian mendiang Soe Hok Gie, adik Arief Budiman; saya teringat kejadian sekitar 26 tahun silam. Salah seorang sobat saya, yang juga pendaki gunung seperti Soe Hok Gie, meninggal secara misterius di saat mendaki gunung Sumbing, Jawa Tengah.

Seingat saya, ia berangkat mendaki gunung dalam suasana keputusasaan sejak orangtuanya menolak keras hubungan asmaranya dengan seorang bekas adik kelas SMA, yang tak melanjutkan kuliah dan bekerja mandiri sebagai penjahit pakaian seragam sekolah.

Sobat saya pergi mendaki tanpa pamit sehingga kedua orangtuanya sempat mendatangi tempat indekos saya, menanyakan keberadaannya. Empat jam setelah waktu keberangkatan pendakian, ayahnya berhasil menelepon sobat saya melalui nomor telepon pos SAR terdekat.

"Pak, Bu, saya akan pulang ke rumah setelah pendakian ini, tetapi saya akan memohon sesuatu. Saya akan pulang membawa seorang teman."

"Kenapa tidak? Boleh… silahkan saja," ayahnya menjawab, "Tapi, Bapak dan Ibumu mau menemui temanmu lebih dulu sambil menjemputmu seusai kau selesai pendakian."

"Ada yang Bapak dan Ibu harus tahu tentang teman saya itu," lanjut sobat saya.

"Apa itu, Nak? Bapak Ibumu boleh tahu?"

"Mungkin karena ketidakhati-hatiannya, ia sempat terpeleset dan terperosok jatuh ke jurang, kepalanya membentur batuan terjal, sehingga sekarang bukan saja ia kehilangan lengan tangan dan kaki kiri, tetapi juga kesadarannya. Kabar terakhir yang saya terima, setengah jam lalu ia mengigau dan mengatakan ingin tinggal bersama saya di rumah kita."

Hampir semenit tak terdengar kata-kata di telepon, kecuali beberapa kali helaan nafas panjang dari ayahnya.

"Bapak turut sedih sekali mendengar itu. Mungkin kita dapat membantunya untuk menemukan suatu tempat tinggal."

"Tidak, Pak, Bu, saya ingin dia tinggal bersama kita."

"Nak," kata ayahnya, "Kau tak tahu apa yang sedang kau minta. Seseorang dengan cacat seperti itu akan menjadi beban berat bagi kita sekeluarga. Kita punya kehidupan kita sendiri, dan kita tidak dapat membiarkan soal seperti ini mengganggu kehidupan kita. Aku rasa kau harus langsung pulang setelah acara pendakianmu dan lupakan saja temanmu itu. Dia akan menemukan jalan hidupnya sendiri."

Serta-merta sambungan telepon terputus.

Empat hari kemudian, orangtua sobat saya menerima panggilan dari kepolisian Temanggung. Dikabarkan, anak laki-lakinya telah meninggal setelah jatuh terpeleset masuk jurang saat turun dari pendakian. Polisi mensinyalir, almarhum melakukan bunuh diri.

Dengan hati hancur, kedua orangtua sobat saya bersama saya dan puluhan teman dekat mengambil jenazah dari lokasi, selanjutnya membawanya ke rumah sakit Magelang untuk mengidentifikasi kondisi mayat yang masih terbungkus plastik warna standar SAR.

Ketika jenasah dikeluarkan dari pembungkus, kami masih dapat mengenalinya, tetapi Bapak dan Ibunya tiba-tiba berteriak histeris ketika menemukan suatu keganjilan: jasad anak laki-laki mereka memiliki hanya satu lengan dan satu kaki sebelah kanan.

Saya merasakan, betapa remuk hati kedua orangtua itu. Yang ada tinggal penyesalan. Nasi dambaan mereka telah menjadi bubur telanjur.

(A)sain Versus (De)sain
Tanggapan kebanyakan orangtua atas permintaan anak sebagaimana cerita di atas bukan hanya menjadi gejala umum yang terjadi di kalangan para orangtua jaman ini, tetapi juga mencerminkan pola tanggap kita saat menghadapi perkara yang memiliki efek kritis: SANGAT PENTING tetapi sekaligus SANGAT TIDAK PASTI bagi masa depan.

Penolakan orangtua bersinggungan langsung dengan kadar vested interest dan ketidakpastian menghadapi masa depan. Kedua hal —tingginya bobot kepentingan dan ketakpastian—mengejawantah bukan dalam dalam ketersamaran (de)sain, meski dirancukan seolah sebagai kejelasan (a)sain atau tetapan.

Menurut Dino Dini, kekuatan desain terletak pada sejauh mana ia berkontribusi terhadap pengelolaan dua jenis kendala: kendala yang negotiable dan non-negotiable. Oleh sebab itu, langkah pertama proses mendesain adalah mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memilih kendala. Mendesain kursi, misal, harus mendukung berat badan tertentu yang merupakan kendala non-negotiable namun kritis: sangat penting namun juga sangat tidak pasti. Mendesain kursi juga harus mendukung tuntutan biaya produksi, bahan baku atau kualitas estetis yang ketiganya negotiable, dalam arti bisa bersifat penting atau tak penting namun sudah jelas pasti.

Kita mudah terpaku pada kebiasaan dan kemapanan yang terkesan menyenangkan di masa kini namun sebenarnya bersifat negotiable, sebaliknya menolak fluktuasi dan ketidaknyamanan karena ketiadaan jaminan masa depan yang justru non-negotiable. Kita berusaha menjauhkan diri dari orang-orang sakit, berpenampilan tak menarik, atau berstatus sosial-ekonomi rendah, semata karena argumentasi bahwa mereka tak produktif dan akan hanya menjadi parasit yang mengancam kehidupan kita.

Padahal, jika kondisi-kondisi tersebut ada dalam diri kita, kita berharap agar orang lain tak memperlakukan diri kita sebagai si sakit, si buruk, atau si miskin. Kita berharap seseorang mau mengasihi kita dengan kasih yang tak bersyarat dan menyambut kita ke dalam keluarga mereka selamanya, tanpa memperhatikan bagaimana kita berterima kasih.

Pemikiran bahwa yang nyaman dan mengenakkan adalah untuk "diri sendiri" sementara kondisi yang sebaliknya untuk "diri lain" merupakan sebuah konklusi logik yang pada dirinya mengandung contradictio in termine tentang hakekat diri. Di sana tak terjadi konsistensi pemikiran tentang "diri". Inkonsistensi pemikiran ini juga mengandung kesalahan mengidentifikasikan mana kendala yang negotiable dan non-negotiable.

Benar bahwa masa depan kita ditentukan oleh desain yang kita putuskan di bursa pasaran ide. Namun faktor yang lebih menentukan bagi masa depan kita adalah cara kita mendesain: mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memilih kendala yang sangat penting namun sangat tidak pasti bagi masa depan.

*) Executive Director pada IISA Assessment, Consultancy & Research Centre.

Ide Gila, Perang Indonesia Vs. Malaysia!

Ada rasa jijik mengikuti berita-berita seputar konflik Indonesia-Malaysia. Begitu besar kebencian bangsa Indonesia ke Malaysia, sehingga bernafsu ingin berperang melawan negara jiran tersebut. Protes, kecaman, provokasi, dll. marak di mana-mana, menggugat sikap Malaysia yang dianggap sering melecehkan bangsa Indonesia. Di Malaysia sendiri, warga dan Pemerintah di sana juga bersikap keras. Walhasil, akankah terjadi konfrontasi terbuka antara Indonesia Vs Malaysia?

Kalau mendengar pernyataan-pernyataan provokasi Permadi, dia jelas sangat mendukung Indonesia perang melawan Malaysia. Permadi meyakinkan, pasukan Indonesia meskipun peralatan sederhana, tetapi berani mati. Sementara Malaysia, meskipun fasilitas militer bagus, nyalinya kecil. Permadi setuju gerakan, Ganyang Malaysia!

Kalau perang itu nanti terjadi, saya usul Permadi diberi seragam militer, khususnya pasukan infanteri, lalu diterjunkan dalam peperangan di front terdepan. Kita ingin melihat, apakah dia berani menerjuni peperangan tersebut? Begitu juga, wartawan-wartawan TV dan backing politik di belakangnya, yang sok nasionalis itu, mereka perlu diberi seragam infanteri juga, untuk berdiri di front line. Kita buktikan saja, sejauh mana kebenaran omongan mereka? Apakah mereka berani mati, seberani pernyataan mereka?

Perang melawan Malaysia adalah IDE GILA. Ide sangat gila, dan jangan dipikirkan sedikit pun peluangnya. Bukan karena kita takut mati, tetapi Malaysia itu bangsa Muslim. Mungkinkah kita akan berperang melawan sesama Muslim? Sudah sedungu dan sebejat itukah kita, sehingga ada niatan ingin berperang dengan sesama Muslim? Masya Allah, betapa rusaknya agama kaum Muslimin di negeri ini, sehingga urusan negara diletakkan lebih tinggi dari agama.

Kalau bangsa Indonesia berani, ayo kita berperang melawan Australia, berperang melawan Singapura, berperang melawan Timor Leste, atau Thailand sekalian. Andaikan ada peperangan seperti ini, insya Allah saya akan ikut mendaftar, dengan niatan membela kaum Muslimin di negeri ini. Lha, sekarang mau perang dengan Malaysia, negeri yang di sana ada jutaan kaum Muslimin yang sama-sama bersujud, puasa, dan membaca Al-Qur’an seperti kita. Perang semacam itu sangat gila, segila ide perang Irak melawan Kuwait dan Saudi, di masa lalu. Sama-sama Muslim, sama-sama hamba Allah, kok saling memerangi?

Anda tentu masih ingat tahun 1990-1991 lalu, ketika terjadi Perang Teluk antara Irak Vs Kuwait-Saudi. Perang ini benar-benar gila, rusak, dan menghancurkan kehidupan bangsa Irak, menguras kas keuangan Kuwait dan Saudi. Tahukah Anda, mengapa terjadi perang itu? Demi Allah, perang ini adalah adu domba Eropa dan Amerika belaka.

Saddam Hussein pernah mengaku, bahwa dia tak pernah punya niat menyerang Kuwait atau Saudi. Saddam sangat sadar bahwa dalam perang Irak-Iran, Kuwait dan Saudi sangat mendukung posisi Irak. Jadi tidak mungkin kalau Irak akan menyerang Kuwait dan Saudi.

Ide gila menginvasi Kuwait ketika itu muncul di benak Saddam, karena dia terus diprovokasi oleh utusan-utusan dari kedutaan besar Inggris dan Prancis. Utusan itu terus datang ke Saddam memprovokasi dirinya agar menyerang Kuwait. Alasan yang dibawa utusan itu ialah, Kuwait diduga telah menyedot cadangan minyak Irak dari wilayah Kuwait. Utusan-utusan penipu itu meyakinkan Saddam Husein dengan data-data, fakta-fakta, yang dibuat-buat. Saddam pun terprovokasi, sehingga akhirnya menginvasi Kuwait. Saddam mengklaim Kuwait adalah sebuah provinsi, bagian dari wilayah Irak.

Ketika Irak sudah menginvasi Kuwait, syaitan-sayitan dari Inggris dan Perancis segera melarikan diri dari arena. Peranan selanjutnya dikerjakan Amerika Serikat. Amerika merasa dirinya sangat peduli, sangat mencintai, sangat memuja bangsa Kuwait; mereka pun tampil sebagai pahlawan, siap menegakkan keadilan dan melenyapkan penindasan. Tak lupa pahlawan-pahlawan kesiangan Amerika membawa slogan Rambo, “No one can stop me!”

Akhirnya, Irak digebuk dari berbagai arah. Ribuan ton rudal dijatuhkan ke wilayah Irak, puluhan ribu pasukan, ratusan pesawat tempur, tank, kapal induk, dll. dikerahkan ke Irak. Amerika tidak berani menghadapi Irak sendiri, mereka menggandeng negara-negara Sekutu NATO.

Tahukah Anda, apa yang terjadi setelah itu?

Ribuan rakyat Irak tewas sebagai korban, rumah-rumah hancur, masjid-masjid hancur, sekolah, perpustakaan, museum, fasilitas listrik, transportasi, dll. semua hancur. Irak menjadi negara puing-puing. Mereka luluh lantak. Katanya, sampai saat ini korban jatuh di pihak rakyat Irak dan tentaranya, berjumlah lebih dari 1 juta jiwa sejak Perang Teluk 1990-1991 itu. Negeri Irak hancur bukan karena kegagahan prajurit Amerika, tetapi karena pesawat-pesawat tempur dan rudal mereka. Amerika sedikit memakai tenaga manusia. Kalau perang, mereka lebih suka memakai alat-alat militer.

Lalu siapa yang disuruh membiayai peperangan itu?

Semua biaya perang itu dibebankan kepada: Kuwait dan Saudi. Seingat saya, ketika itu Saudi harus mengeluarkan biaya sekitar US$ 30 miliar (atau sekitar 300 triliun rupiah). Begitu pula Kuwait, kas negara itu dikuras oleh pasukan Sekutu. Belum lagi, konsesi pengelolaan minyak di Irak, Kuwait, Saudi pasca Perang Teluk, sangat dicampuri kepentingan Amerika, Inggris, Prancis. Prancis pernah marah kepada Amerika, karena mereka hanya kebagian porsi kue ekonomi kecil. Sebegitu bejatnya kaum kuffar terlaknat itu. Mereka sendiri yang membuat perang, mereka yang terjun perang, mereka pula yang minta diongkosi. Habis sudah, kekayaan-kekayaan negeri Muslim.

Lihatlah betapa kejinya kelakuan syaitan-syaitan kafir itu! Mereka memprovokasi Irak agar menyerang Kuwait, setelah itu Irak ditinggalkan. Selanjutnya mereka mendukung negara Irak dihancurkan Amerika dan Sekutu. Setelah perang usai, Irak hancur, Saddam menderita, Saudi dan Kuwait disuruh membayar biaya perang. Ini semua adalah akal-akalan gila orang kafir terkutuk, semoga laknat Allah, para Malaikat, dan alam semesta menimpa wajah-wajah mereka, menimpa anak-anak mereka, menimpa hidup mereka. Allahumma amin.

Lalu, kini apa yang terjadi?

Kafir-kafir terkutuk ini rupanya tidak puas dengan menghisap ratusan triliun kekayaan kaum Muslimin selama Perang Teluk lalu. Kini mereka bersiap-siap menghisap kekayaan kaum Muslimin di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia-Malaysia.

Coba saja, siapa yang paling diuntungkan oleh konflik Indonesia-Malaysia ini? Siapa wahai bangsa Indonesia, siapa? Yang paling diuntungkan, adalah kafir-kafir yang mencari makan di negeri kita itu. Mereka semua kini sedang bersiap menjerumuskan kita dalam perang antar saudara serumpun, yang akibatnya pasti merusak kehidupan rakyat Indonesia dan Malaysia sendiri. Sementara mereka terus saja mengeruk kekayaan kita tanpa henti.

Kalau banga Indonesia jujur, mengapa tidak dibersihkan saja negeri ini dari para ekonom Neolib, dari IMF dan Bank Dunia, negara donor asing, dibersihkan dari jaringan bisnis China, dari perusahaan-perusahaan Amerika, Jerman, Inggris, Jepang, Korea, dll. Mengapa tidak kita bersihkan saja negeri kita dari kolonialis-kolonialis itu? Mengapa kita justru hendak memantik permusuhan dengan sesama negara Muslim?

Okelah, andaikan harus berperang dengan Malaysia. Tetapi pertanyaannya, akan kita kemanakan para kolonialis-kolonialis asing itu? Apakah akan kita biarkan saja mereka terus mengeruk kekayaan negeri ini? Apakah adil, kita berperang melawan Malaysia karena alasan-alasan yang bisa dirundingkan antar pemimpin birokrasi kedua negara, sementara itu kita diam saja atas penjajahan oleh perusahaan-perusahaan asing yang sejak tahun 70-an (selama 40 tahunan) aktif mengeruk kekayaan negeri ini? Apakah ini suatu keadilan?

Kita tidak pungkiri betapa sakit hati kita karena menghadapi sikap-sikap oknum di Malaysia yang overacting, kejam kepada TKI, dan sangat melecehkan. Sebagai bangsa yang masih punya harga diri, kita marah. Tapi masalahnya, kondisi itu kita ciptakan sendiri. Kita telah memilih Reformasi 1998. Di balik Reformasi ini ada gelombang LIBERALISME di segala bidang. Akibat liberalisme, kehidupan kita hancur-lebur, seperti sekarang.

Dalam kondisi rusak, lemah, dan hancur ini, kita tak mampu meninggikan martabat kita. Wajah kita tertunduk lesu, memandangi kekalahan bangsa dalam pergolakan politik yang tak jelas ujungnya itu. Saat lemah seperti ini, apa yang bisa kita lakukan untuk menjaga harga diri bangsa? Tidak ada! Kelemahan ini adalah PILIHAN kita sendiri yang meminta Reformasi, meminta demokrasi liberal, meminta ekonomi liberal, meminta pemimpin seperti Gus Dur, Megawati, Gus Dur. Semua ini pilihan kita sendiri!

Jangan menyalahkan Malaysia kalau mereka bersikap agresif. Dulu di jaman Soeharto, bangsa lain tak berani memprovokasi kita, karena ketika itu kita masih memiliki sedikit INTEGRITAS. Nah, saat ini sebagian besar politisi dan pejabat bersikap munafik, oportunis. Apa yang bisa diharapkan dari keadaan seperti ini?

Demi Allah, janganlah kita buka IDE GILA tentang konfrontasi Indonesia-Malaysia. Kita ini bangsa serumpun, sama-sama Muslim. Jangan mau diadu domba oleh syaitan-syaitan keji yang terus gentayangan menjajakan proposal perang itu. Kita yang nanti berperang, kita yang sama-sama bonyok, sementara mereka terus menghitung untung dari jualan senjata.

Kini Amerika dan sekutunya Eropa, sedang kelimpungan untuk menghentikan perang di Irak, Afghanistan, dan Pakistan. Mereka kesusahan, sebab perang itu sangat menguras energi. Mereka nyaris kalah di medan-medan itu. Kini mereka memprovokasi Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, China, dll. agar terlibat perang juga. Ya, alasannya masih klise, cari makan untuk anak-isteri, buat beli paha babi, minum whiskey, dan seks bebas.

Indonesia-Malaysia menjadikan bidikan berikutnya. Jangan bodoh, jangan lebay! Kita harus pintar melihat kenyataan. Andaikan nanti kita sudah merasakan 1001 nestapa akibat peperangan yang kita sendiri tak punya kemampuan menerjuni perang itu, barulah kita akan sadar arti dari “kotoran” yang dilempar aktivis Bendera ke Kedubes Malaysia. Kotoran itu kelak bisa dikutuk oleh berjuta manusia di Indonesia-Malaysia.

Camkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah perselisihan di antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Qs Al-Hujurat 10).

Bandung, 21 Ramadhan 1431 H.

AM. Waskito.

Sumber: VOA-ISLAM