31 Okt 2010

Betapa Cinta

Cinta? Berjuta rasa dan warna. Teragungkan dalam kisah-kisah roman para manusia. Dalam lembar-lembar kertas Kahlil Gibran atau juga Shakespeare atau juga banyak manusia lainnya memaknainya melalui syair-syair dan drama-drama kehidupan. Seolah semua menjadi indah dipandang, merdu didengar. Tak peduli betapa kita telah terbenam dalam sempitnya ruang makna cinta duniawi kita. Kenapa?


Karena cinta sering dimaknai sebagai dongeng dua insan yang mabuk asmara. Atau sekadar dua hati yang menahan gejolak rasa, karena cinta! Karena cinta hanya menjadi alat tempat bercumbu-rayu manja yang mengatasnamakan cinta..


Bukankah saat manusia terlahir dari rahim ibunya, setitik ASI menembus dahaga dengan ikhlasnya, itu adalah cinta?


Ketika sepasang mata tak mampu terpejam untuk meninabobokan anaknya. Juga ketika jiwa yang senantiasa mengeluarkan peluhnya demi menafkahkan istri dan anak-anaknya. Itu adalah cinta?


Seharusnya cinta itu juga ketika setetes darah yang jatuh hanya demi menjaga kehormatan agama-Nya. Air mata menetes membasahi wajah karena takut atau juga rindu untuk berpulang ke syurga-Nya. Keberanian bergetar bersama keridhoan saat meregang nyawa. Nafs atau jiwa yang tersenyum pun hadir karena cinta.


Betapa cinta itu ..
Adalah ketika Sang Utusan dalam detik-detik kematian terucap kata bijak yang menyentuh kalbu peradaban.


"Ummatku.. ummatku.. ummatku!" Dan matanya pun terpejam diiringi derai kesedihan seluruh zaman.


Betapa Cinta ..
Adalah ketika Sang Raja Semesta menebar kasih sayangnya ke penjuru langit dan bumi. 

Kau manusia, tetap diberi-Nya meski kau mengingkari;
kau manusia, tetap dikasih-sayangi-Nya meski riak lakumu tak berbudi;
kau manusia, tetap dilindungi-Nya meski kau tak mengabdi;
kau manusia, tetap dicintai-Nya meski kau tak mencintai;
kau manusia, tetap diperhatikan-Nya meski kau tak peduli;
kau manusia, tetap diharapkan-Nya meski kau maksiyat berkali-kali.


Dan dalam takdirnya, kau tetap menjadi manusia sejati. Niscaya bumi takkan menjadi dunia tanpa ada cinta. Walau cinta begitu picik diwakili oleh seuntai kosa kata usang dalam bait-bait syair manja dan skenario melodrama yang justru jarang sekali mewakili sejuta rasa cinta.(*)


*Terinspirasi dari berbagai sumber

30 Okt 2010

Berbuat lebih baik

Jika pohon diberi pupuk sekadarnya saja, ia memang bisa untuk bertahan hidup. Tetapi tak berkembang dengan baik. Jika diberikan pupuk yang cukup dan bukan sekadar apa yang diperlukan untuk hidup, maka pohon itu akan hidup dan berkembang, juga bahkan menghasilkan buah yang berlimpah. 
 
Lalu, apa maksud dari hal tersebut? Salah satu kenyataan dari kehidupan ternyata adalah proses pertumbuhan. Untuk mendapatkan kualitas hidup yang sangat baik itu tak bisa hanya menguasai keahlian-keahlian yang sekadarnya saja. Mungkin dengan hidup sekadarnya saja kita akan terlihat baik, tetapi pada kenyataannya baik saja tidaklah cukup. Bukankah hidup dengan lebih baik masih memungkinkan?

Setiap saat, hidup tak luput dari berbagai persoalan. Kadang hati senang karena mendapat pujian dan keberhasilan, lain waktu menderita karena dicela dan mendapat kekalahan. Ini adalah hal yang sangat biasa dan lumrah, yang hanya ada pada diri-diri yang berkehidupan biasa dan lumrah juga. Atau hidup “ya sekadarnya saja!” Menjadi baik bila lingkungan baik dan menjadi buruk bila lingkungannya pun buruk. 
 
Gelombang kehidupan memanglah tak selamanya reda. Kadang menggulung dan menghempaskan kita pada kesengsaraan. Dan yang terhempas biasanya hanya bisa pasrah dan menyalahkan gelombang, sedangkan yang bertahan, adalah orang yang memiliki kebesaran jiwa. Kehidupannya lebih baik walau terlihat berat. Ia tenang atas apa yang telah didapatkan. Ia bersyukur dan syukurnya justru menambah nilai-nilai kebaikan dalam hidupnya.

21 Okt 2010

Catatan Harian Pramugari

Kisah ini saya dapat masih dari blog tetangga. Catatan harian seorang pramugari dari China. Hmm.. Jujur saya jadi ingat seorang sahabat saya yang juga sebagai Pramugari. Tapi sudah hampir tiga tahun tak pernah ketemu lagi. It was long time ago. Miss u so.. Hope see you soon :)


Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.

Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.

Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat penuh pada hari ini.

Di antara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.

Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak, kami hendak membantunya meletakkan karung tua diatas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang di tempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.

Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, dengan suara kecil dia menjawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah di pesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang di sebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh di meja dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah. Kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.

Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia bercerita bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orang tua tersebut tidak biasa tinggal di kota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut di tempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakkan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakkan makanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa di mata seorang desa menjadi begitu berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh di dalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut, tetapi di luar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran
berharga bagi saya.

Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah kami, mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi. Dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, “kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian,” dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seorang anggota yang bekerja di lapangan membantunya keluar dari lapangan terbang.

Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang sudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.

20 Okt 2010

Pernahkah kau merasa ?

Jika kita terkenang akan seseorang,
dan dahulu begitu indah bersamanya,
sekarang entah dimana dia.
Dari mulutnya tak pernah terucap selamat tinggal,
namun hingga saat ini hanya bayangan dirinya yang tertinggal.
Aku katakan aku jatuh hati padanya.
Aku menyayanginya.
Dan...
Aku juga mencintainya.
Adakah kau sama denganku?

Ah..
itulah indahnya rasa bersama dalam saat-saat dengannya.
Aku merasa.
Aku pun mencinta.

Hmm..
Apa rasanya Cinta?
Pernahkah kau merasa?
 
 

13 Okt 2010

3 x 8 = 23, kenapa kamu bilang 24?

Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik. Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.

Pembeli berteriak, “3×8 = 23, kenapa kamu bilang 24?”
Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata, “Sobat, 3×8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi.”
Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata, “Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan.”
Yan Hui, “Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?”
Pembeli kain, “Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?”
Yan Hui, “Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu.”

Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius. Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa, “3×8 = 23. Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia.”

Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya. Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain.

Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya. Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasehat, “Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh.”

Yan Hui bilang baiklah lalu berangkat pulang.

Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir, kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi tiba-tiba ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti.

Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai didepan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya.

Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata, “Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?”

Confusius berkata, “Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh.”

Yan Hui berkata, “Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum.”

Confusius bilang, “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3×8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3×8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?”

Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata, “Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar-benar malu.”

Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.***

Cerita ini mengingatkan saya bahwa walaupun saya bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi saya kehilanganmu, apalah artinya. Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.

Bahwa terkadang pula:
Bersikeras melawan pelanggan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
Bersikeras melawan atasan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
Bersikeras melawan suami/istri. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.
Bersikeras melawan teman. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga.

12 Okt 2010

Ketenangan

Entah cerita darimana, saya sendiri tidak tahu siapa pengarang aslinya. Namun yang jelas, cerita berikut sangat menyadarkan akan sesuatu yang telah lama hilang dari diri saya. Berikut ceritanya :

Ada seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu.

Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya. Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu.

Teman-teman pekerja yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja. Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan. Tibalah saat makan siang.

Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut.

Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu tersebut. Ia menjongkok dan mencari.

Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut.

Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Tapi anak ini cuma seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu.

“Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini ?”, tanya si tukang kayu.”Saya hanya duduk secara tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi tik-tak, tik-tak. Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada”, jawab anak itu.***

Saya tidak tahu apa ini tepat atau tidak. Tapi setahu saya, ketenangan dalam menghadapi masalah adalah salah satu kunci dari bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah. Mencoba untuk tenang dan hening sejenak juga kadang bisa lebih efektif menyelesaikan masalah dari pada kita terburu-buru.

Seperti apa yang dikatakan oleh Saint Francis de Sales: “Never be in a hurry; do everything quietly and in a calm spirit. Do not lose your inner peace for anything whatsoever, even if your whole world seems upset.”

Kira-kira artinya begini: “Jangan pernah terburu-buru; lakukan segala sesuatu dengan tenang. Jangan kehilangan kedamaian untuk apapun juga, bahkan jika seluruh duniamu terlihat kacau.”

Untuk menghentikan riak air dalam telaga yang sebelumnya tenang, kita cukup mendiamkannya saja. Tak perlu usaha dari tangan atau pun alat lain dari diri kita untuk mencoba air telaga kembali tenang. Diamkan saja, gelombang air tersebut akan tenang dengan sendirinya.

Ya, tenanglah! Semoga dengan ketenangan semua kembali sesuai dengan apa adanya.

8 Okt 2010

Menjadi Ibu Rumah Tangga


Siapa Menanam, Dia akan Menuai Benih

Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”

Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?

Setelah kita memahami besarnya peran dan tanggung jawab seorang ibu sebagai seorang pendidik, melihat realita yang ada sekarang sepertinya keadaannya menyedihkan! Tidak semua memang, tapi banyak dari para ibu yang mereka sibuk bekerja dan tidak memperhatikan bagaimana pendidikan anak mereka. Tidak memperhatikan bagaimana aqidah mereka, apakah terkotori dengan syirik atau tidak. Bagaimana ibadah mereka, apakah sholat mereka telah benar atau tidak, atau bahkan malah tidak mengerjakannya… Bagaimana mungkin pekerjaan menancapkan tauhid di dada-dada generasi muslim bisa dibandingkan dengan gaji jutaan rupiah di perusahaan bonafit? Sungguh! sangat jauh perbandingannya.

Anehnya lagi, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tinggal di rumah namun tidak juga mereka memperhatikan pendidikan anaknya, bagaimana kepribadian anak mereka dibentuk. Penulis sempat sebentar tinggal di daerah yang sebagian besar ibu-ibu nya menetap di rumah tapi sangat acuh dengan pendidikan anak-anak mereka. Membesarkan anak seolah hanya sekedar memberinya makan. Sedih!

Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.

Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?

Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?

Lalu…

Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?

Wallahu a’lam

Maroji’:

Dapatkan Hak-Hakmu, Wahai Muslimah oleh Ummu Salamah as Salafiyyah. Judul asli: Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaatMendidik Anak bersama Nabi oleh Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid. Judul Asli: Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-ThiflMajalah Al Furqon Edisi: 8 Tahun V/Rabi’ul Awwal 1427/April 2006***

Artikel www.muslimah.or.id

7 Okt 2010

Yang Merasakan Kematian


Bagus sekali apa kata Mario Teguh berikut. Sangat mengingatkan kita sebagai manusia yang terkadang sangat naif ini ..

Dari tanah engkau berasal,
dan sebagai tanah engkau akan kembali.

Kalimat itu tidak dikatakan tentang jiwamu,
karena jiwamu tak terbuat dari tanah.
...
Dan sebagai jiwa engkau akan merasakan kematian,
tetapi bukan kematian jiwamu.

Jiwamu tidak akan mati,
karena engkau hanya akan merasakan kematian ragamu.

Maka janganlah nafsu dari ragamu yang hanya sementara itu,
melukai hakmu untuk damai abadi di surga.

5 Okt 2010

Dunia dan Iman

Baru saja dapat SMS dari seorang sahabat, tentang SMS hadits, isinya begitu dalam dan sangat menguatkan aqidah bagi saya pribadi, dan semoga begitu pula dengan Anda yang berkenan membaca postingan ini. Isinya sebagai berikut :
Dari Ibnu Mas'ud ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang dicintai-Nya dan tidak dicintai-Nya, sedangkan keimanan tidak diberikan kecuali kepada orang yang dicintai-Nya." - HR. Hakim
Semoga iman yang terpatri di hati kita menjadi bukti bahwa kita telah mencintai dan dicintai Allah. Amin
Semoga bermanfaat..

3 Okt 2010

Everyday is a new day

Sadar atau pun tidak, setiap harinya ada saja yang spesial dalam hari-hari kita. Namun, kebanyakan orang lebih memilih berbahagia hanya dalam momen tertentu saja. Hari ulang tahun, perayaan hari pernikahan, atau lain hal yang bervariasi sesuai pribadi masing-masing individu.

By the way, berbicara soal ulang tahun dan pernikahan, hari ini (Ahad, 03-Oktober-2010) ada teman yang ulang tahun (sekaligus baru wisudaan katanya) juga teman lain (lebih senior kalo ini) yang tepat hari ini akan melakukan akad nikah. Selamat ya.. semoga berkah dalam mengarungi samudera kehidupan ini. amin
Padahal, kita harusnya berbahagia setiap hari. Bagaimana tidak? Kenyataannya hari ini kita masih di beri usia untuk senantiasa menjalani kembali kehidupan ini. Itu artinya, kita masih di beri kesempatan oleh Allah SWT untuk tetap melakukan amalan-amalan soleh.

Bersyukur masih di beri usia dan kesempatan. Juga kesehatan tentunya (semoga Anda semua di beri kesehatan) yang Allah berikan pada kita hingga saat ini.

Oke, saya tidak akan panjang-lebar di sini. Sebagai penutup pada postingan kali ini, saya kutip kata-kata yang diucapkan Chicken Little dalam film animasi Chicken Little:
Everyday is a new day.
Yup, setiap hari adalah hari yang baru! ^_^P

2 Okt 2010

Tancap Gas!

Kita tak pernah tahu kapan batas dari waktu. Namun yang pasti waktu kita pasti terbatas. [aan, 02-10-2010]
Jadi teringat dengan kata-kata yang dikatakan oleh Lewis (tapi jujur gak tahu siapa nich orang ^_^) dan kira-kira yang dikatakannya begini :
Tragedi kehidupan bukanlah tentang seberapa cepat kehidupan ini berakhir, melainkan karena terlalu lama kita menunggu untuk memulai.
Hmm.. kutipannya tidak terlalu mirip dengan aslinya, tapi insya Allah tidak terlalu jauh perbedaannya. Jadi maksudnya apa? Maksud saya, hidup itu kalau kita habiskan tanpa ada sesuatu yang berharga kita lakukan maka sama saja kita tak ada bedanya dengan orang yang tidak hidup alias mati.

Jadi, mari kita camkan dalam diri kita, bahwa kita akan menjadi orang yang senantiasa melakukan hal-hal berharga untuk kehidupan ini, untuk kita sendiri, untuk Allah SWT.

Dan mari kita lakukan dengan sesegera mungkin. Banyak orang punya ide besar tapi tak pernah terwujud karena tak pernah dilakukan dengan segera. Katanya, "menunggu waktu yang tepat". Ya, memang benar juga kita harus melakukan analisis yang tepat dalam melakukan aksi. Hanya saja kalau terlalu banyak analisis tanpa ada gerakan, nihil juga khan?

Saya ingin mengutip apa yang dikatakan Mario Teguh :
Hal yang baik datang pada orang yang mau menunggu. Tapi tidak pada orang yang menunggu terlalu lama.
Oleh karena itu, sesegera mungkin bergeraklah, berjalanlah. Lebih cepat, lebih baik! (Pinjam jargon salah satu Capres-Cawapres Pemilu 2009 lalu)

Dan.. Langsung tancap gas, yuk! ^_^

Itu Sudah Berlalu

Apa yang terjadi antara kita dahulu aku ingin melupakannya, tapi tak bisa. Rasa yang tertanam dalam hatiku sejak dahulu tentangmu ingin kuhilangakan saja, tapi tak bisa. Seandainya kau tahu apa yang ada dalam pikiranku saat ini adalah tentangmu, mungkin kau kelak akan menatapku dengan bangganya. Atau sudah tahukah engkau? Ah, kau tak pernah benar-benar memberitahuku tentang perasaanmu ..

Sekarang, bertahun-tahun sudah berlalu. Kemungkinan kisahnya akan segera berakhir. Antara kau dan aku, yang tak lagi pernah bertemu. Kau dengan dirimu, aku dengan diriku.

Kita masing-masing memiliki kisah yang berbeda. Dunia yang penuh dengan persahabatan atau permusuhan, tentang percintaan atau tentang kebencian. Kita punya masing-masing, tak tahu satu sama lain. Dan biarlah semua itu sesuai dengan apa adanya.

Kita perbaiki saja apa yang ada dalam diri kita sekarang. Biarkan masa lalu berlalu. Hidupku kini bukan untuk memikirkan dirimu saja, mungkin begitu juga engkau? Semoga kita tahu dan paham dengan setiap rencana-rencana kita. Lebih penting dari itu rencana Tuhan tentang kita. Tentang dunia yang kita ada didalamnya saat ini.


1 Okt 2010

Jantung dan Qolbu

Lalu, siapa saja yang sehat namun sebenarnya ia sakit sekarang?
Sayangnya sang JANTUNG telah kehilangan..lihat bilik dan serambinya mulai tak berfungsi. Alhamdulillah bila tiada ingat SYUKUR maka sudah tidak jelas dan kabur. Bahkan lebih daripada itu...matilah dan berguguranlah. Qolbu tak cukup kuat untuk bergerak bila tiada JANTUNG. Semua butuh keseimbangan.
Sungguh tiada yang salah...karena belajar, belajar takmengenal kata sukses sebelum ia terjatuh. Belajar tak berarti bila sakit belum terasa. Namun belajar adalah pekerjaan orang-orang yang berhati-hati agar takakan jatuh ke lubang yang sama.

***
Catatan facebook dari seorang teman, Lina.