20 Jun 2011

Pemaknaan Sebuah Proses

Membaca sebuah buku yang sedikit membahas mengenai beberapa fenomena kehidupan sosial masyarakat saat ini. Ada beberapa hal yang perlu digaris-bawahi. Diantaranya tentang bagaimana sebagian masyarakat kita menjadi begitu berorientasi pada hasil dengan menurunkan pemaknaan sebuah proses.

Kian hari, tampaknya kita hidup di dalam masyarakat yang kini kian berorientasi hasil dibanding proses. Masyarakat yang menginginkan pemecahan masalah saat ini juga, secepatnya juga. Lihat saja iklan makanan siap saji, dengan beberapa menit saja mereka siap menghidangkannya langsung dihadapan kita. Atau ada juga fasilitas-fasilitas dan program-program seperti mengeringkan pakaian sejam, memutihkan kulit seminggu, meninggikan badan sebulan dan janji memberikan kesuksesan sesegera mungkin, semudah membalik telapak tangan.

Kita juga disodori berbagai tips cespleng, 9 trik memuaskan pasangan Anda; kiat kencan sejam dengan idola; 6 jam bisa bahasa Arab atau 24 jam terampil berbahasa asing; atau juga training 1 hari jadi entrepreneur sukses tanpa modal.

Lantas, kita jadi begitu terobsesi dengan hal yang serba seketika. Kita mulai menjadi makhluk yang mengutamakan hasil ketimbang proses. Hasil itu harus di raih dalam sekejap. Dengan nada getir orang menyebut kecenderungan ini sebagai "Budaya Instan", budaya seketika. Ingin dapat uang cepat kita ikut undian. Ingin pilih pemimpin kita hamburkan SMS. Ingin pilih idola gelar pentas calon bintang.

Namun, kita sedikit terhenyak ketika menyadari ternyata hidup adalah suatu perjalanan yang tiada henti dalam menemukan diri. Ada rasa bahwa hidup adalah juga memiliki asas kebermanfaatan. Ini berarti, kita perlu menyediakan waktu bagi sesama: bagi seorang ibu atau ayah Anda harus meluangkan waktu untuk membelai anak-anak Anda tercinta. Dan bagi kita pun, kita harus bisa menyapa hangat tetangga kita. Menyantuni anak-anak yang tak mampu, menyeberangkan tunanetra atau orang tua di jalan. Merawat bunga dipekarangan. Membayarakan ongkos penumpang angkutan kota yang duduk disebelah kita, atau membiarkan orang lain mendahului kita di jalan raya saat berkendara.

Lagi-lagi, mungkin perumpamaan ini memang paling cocok untuk kita semua, dan sangat kusukai. Perumpamaan yang sederhana dalam menyelami makna hidup adalah dengan memandang sebatang pohon. Jika sebuah pohon di beri pupuk sekadarnya, ia memang bisa bertahan hidup, tetapi tidak berkembang dengan baik. Tetapi jika diberikan pupuk yang cukup dan bukan sekadar apa yang diperlukannya untuk hidup, maka pohon itu akan hidup dan berkembang, dan bahkan menghasilkan buah yang berlimpah. Kemudian lihatlah ketika hingga pada gilirannya ada bunga-bunga bermekaran bersamanya.(*)

Merah Muda Memikat (Mr-Aan's Photo: http://flic.kr/p/9UR8PJ)

14 komentar:

  1. sya tiba2 teringat entah sya pernah dengar dri siapa, baca dimana, apa muncul dr kepala sy sendiri.

    "lihatlah tanah, sekalipun terus-menerus terinjak-injak, pohon, bunga dan tumbuhan lainnya tetap muncul dri sana".

    anggapan sya, seandainya tanah bisa berbicara, apa ia akan berteriak mencaci atau malah mengulum senyum? hm, anehnya sya percaya ia akan mengulum senyum. menghargai tasbih yang sudah diputuskan sang pencipta untuk dirinya. meski tercaci tapi dgn rendah hati ttp mnjalnkan tugasnya, menumbuhkan tetumbuhan, tanpa asas manfaat sedikitpun.
    bayangkan, betapa rendah hatinya dia. pengen dah bersahabat baik dgnnya. :D

    BalasHapus
  2. We never know what the future brings, what tomorrow carries on..Just believe in Allah that everything will be okay, nothing to worry about it..
    setiap proses yg baik akan menghasilkan hasil yang baik..maka cintailah setiap jejak dan proses yg terhampar..
    Like this...Mas Aan...ckckckc...bginilah kaloo beliau sedang dlm puncak kedewasaan...hahahaa :P

    BalasHapus
  3. Yang isntan-instan tidak akan lama bertahan,, kupu-kupu juga mengajarkan kita tentang hal itu..

    BalasHapus
  4. yg penting prosesnya, bukan hasilnya. Nikmati saja prosesnya, seperti air mengalir,tapi liat juga kondisi airnya,
    *gawat kalo airnya bnyak limbah* :D
    tdk ush cari perkara dgn yg instan. Proses mengajarkan kesabaran&keikhlasan.Ya, butuh SABAR&IKHLAS!!

    pandai2lah memilih, mau yg instan tpi ga mutu, ato proses lama tapi hasil maxi.. tingkatkan kualitas diri, walau seberat apapun proses itu.
    semangat kawan!!!Nice post... *introspeksidiri* :D

    BalasHapus
  5. nice posting mas... i like it.. ^_^

    BalasHapus
  6. Sepertinya zaman sekarang menuntut semuanya untuk serba cepat, maka hasil pun yang jadi patokan, tak peduli prosesnya mau panjang ataupun pendek, mau susah ataupun gampang, kalo efek hasilnya sama kenapa harus mengatakan tidak pada yang instan...

    hahaha.... komentar pembela mie instan.. =))

    BalasHapus
  7. Duh Accilong.. baru tahu kalau dirimu tuh senenng banget sama tanah.

    Renungan yang baik sekali..

    BalasHapus
  8. Haha.. Jeng Nick ada2 ajah.. sampai dikata aku sedang dalam puncak kedewasaan segala.. :)

    BalasHapus
  9. Mas Fahri, betul sekali mas.. sepakat2.
    Mba Syifa, aku juga sama mesti instropeksi diri nih..
    Brigadir kopi, You're welcome.
    Mas Edi, Terima kasih mas.
    Haha.. Sam, sam.. iya deh itu mah pilihan. Tapi keseringan makan mie instan gak baik lho untuk perutmu.

    BalasHapus
  10. Ini kah yg di FB tea nya????? hadeuuuuuhhhh...... komen aku idem sama yg di FB deh. hahahaha......

    BalasHapus
  11. Aduh ceu Ika.. say something-lah yang beda gitu.. :p

    BalasHapus
  12. masyarakat menyukai yang praktis, hemat waktu karena mereka blm bisa memenej waktu. Terlalu banyak urusan yang harus mereka kerjakan. Tanpa ditelusuri apakah itu bermfaat dan apakah itu penting.

    Karena ingin praktis, yang cepat, maka proses dimata kecilkan. Tapi saya akui, semakin kesini, tidak sedikit juga yang menghargai sebuah proses. Minoritas. Ya. Seperti itulah keadaannya. Namun, saya yakin ketika semua menyadari ke'instanan' mereka dengan melihat efek yang dihasilkan. Lambat laun, semua akan menghargai sebuah proses.

    Saya menyukai tulisan anda. Beberapa kali bewe hampir semua blog membicarakn minoritas. Saya terkesan.

    Tertanda,

    gulungan Pita

    BalasHapus
  13. Subhanallah, terima kasih sudah mau membaca postingan saya. Mudah-mudahan Allah meridhoi atas apa yang kita lakukan ini, sehingga sebuah hasil akhirnya nanti juga sesuai apa yg diharapkan. Amin.

    Terima kasih gulungan Pita, eh Fitri 'A
    d^^b

    BalasHapus

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Terima kasih.