9 Okt 2012

Patah Hati



Patah hati? Sebentar, saya ingin cari dulu dalam kamus kehidupan saya. Wah, gak nemu tuh! Ini seriusan. Saya tidak menemukannya. Iya, itu setidaknya saat beberapa belasan tahun tahun kebelakang.

Saat saya masih di dunia anak. Di saat dunia begitu mengasyikkan terisi oleh aktifitas yang namanya bermain. Nangis (mungkin) sering, tapi bukan karena hati yang hancur berkeping-keping seperti kebanyakan orang-orang dewasa dalam film roman yang menyuguhkan patah hati. Eh bukan film doank kok, dalam realitanya kehidupan juga banyak yang patah hati.

Saat menempuh pendidikan menengah atas, saya sering menjadi saksi dari beberapa teman yang menderita patah hati. Mereka menangis sesenggukan karena pujaan hati berulah atau kenyataan yang paling sering adalah ia yang diharapkan untuk menampung hati mereka malah lebih memilih orang lain. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ah, jatuh hati ditempat yang salah.

Kenapa hati bisa patah? Tentu karena hati yang salah jatuh. Kebanyakan orang-orang sering jatuh hati dengan begitu kencangnya. Lebih dari kecepatan jatuh karena gaya tarik gravitasi bumi.

Dan faktanya pun adalah saya termasuk orang yang pernah merasakan patah hati itu. Meski kadarnya tidak separah teman sekolah saya dulu yang hingga menangis sesenggukan meratapi pujaan hati yang pergi. Saya lebih kuat.

Bukan sombong loh ya..

Tentu tidak ada manusia yang ingin patah hati. Kalau pun ada yang suka hatinya dipatah-patahkan, saya kurang paham orangnya seperti apa. Yang pasti, saya paham bahwa saat saya memutuskan untuk jatuh hati, di saat itu pula saya harus berani patah hati.

Dalam kasus patah hati hadir kesedihan. Apa yang membuat saya bisa bersedih? Perpisahan. Itulah yang paling menyebalkan yang pernah saya rasakan ketika itu. Kesedihan karena sebuah perpisahan. Memang akhirnya ingatan akan menghapusnya, perlahan-lahan. Dan ya, saya tahu itu kok. Tapi saya terjebak dan tak kuasa menahan keharuan atas segala peristiwa yang telah terjadi saat itu.

Terlalu nyaman dan tenang menitipkan hati. Namun tampaknya hati saya tidak tepat tersimpan. Entah karena terlalu besar atau kekecilan. Hanya tidak pas saja!

Ada rasa terkejut. Kaget. Setelah itu barulah ada rasa sakit. Mengetahui betapa hancur dan berkeping-kepingnya hati. Dan yang lebih menyakitkan bukan karena hati yang patah. Tapi juga saat saya mencoba untuk merekatkannya kembali, mencoba menyusun kepingan-kepingan hati agar utuh kembali pun rasanya pun sakit.

Saya harus benar-benar memastikan hati berfungsi normal seperti sedia kala. Silahkan terka, bisakah saya melakukannya? Kenyataannya tidak. Tidak bisa membuatnya utuh kembali seperti sedia kala seperti sebelum patah hati itu terjadi. Seperti paku yang ditancapkan pada kayu, saat paku dicabut lagi tampak sebuah lubang pada kayu tersebut.

Sebenarnya hati itu bisa sembuh dengan sendirinya. Butuh kesabaran karena memang relatif membutuhkan waktu. Tapi memang, sekali hati itu terluka, bekas lukanya tidak lantas hilang begitu saja. Butuh tambalan-tambalan lain untuk membuat luka itu menjadi samar-samar.

Tambalan-tambalan itu biasanya berupa kamu yang menjadi banyak makan atau shopping, dan lain-lain. Pada intinya kita ingin membuat hati lebih cepat kembali utuh.

Tapi sebenarnya tambalan yang baik itu bukan dengan mencari aktivitas pelarian seperti seseorang yang tiba-tiba yang banyak makan, menghambur-hamburkan uang di Mall, bahkan hingga tidak tidur karena ia berada di klab malam. Itu semua hanya tambalan sementara.

Cukup lah dengan sabar. Itu menjadi jalan terbaik atas rasa sakit dan sedih yang kamu alami. Karena dalam hati setiap manusia ada obat penawarnya sendiri disaat hati hampir-hampir mati rasanya.

Juga karena setiap hati punya pemiliknya. Siapa? Tuhan. Dia lah yang Maha Pemilik Hati setiap manusia dan kita harus mepercayakan hati ini pada-Nya. Banyak-banyak lah berdoa dalam hening kepada-Nya tentang apa yang tengah dirasa pada hati.

Setiap orang berbeda kadar patah hatinya, tergantung dari seberapa kecepatan jatuh dan kekuatan hati. Soal kecepatan jatuh hati ini agak berbeda. Kalau biasanya suatu barang jatuh dengan cepat maka barang itu akan lebih mungkin rusak parah. Tapi berbeda dengan hati.

Hati yang jatuh perlahan justru potensi pecah berkeping-keping lebih tinggi bila hati itu terjatuh di tempat yang salah. Maksudnya, ada beberapa orang yang sebenarnya dia begitu sulit dan lambat dalam jatuh hati. Tapi tipe yang seperti itu, sesekalinya ia jatuh hati, sangat kuat tapi juga akan sangat sulit pula untuk diperbaiki jika patah hati. Masih bisa diperbaiki, tapi butuh waktu yang relatif lama.

Tapi menurut saya yang lebih berpengaruh tentu bukan kecepatannya, melainkan kekuatan hatinya lah yang menentukan seberapa besar atau kecil kadar patah hati yang dialami seseorang.

Apa yang membedakan hati yang kuat dan rapuh? Sederhana saja, hati yang kuat itu tidak bertahan sendiri. Sedangkan hati yang rapuh: sendirian. Tidak memiliki sandaran.

Hati yang paling kuat bersandar pada Kuasa Tuhan. Berpegangan pada-Nya saat akan jatuh, mengikatkan diri sebelum terpelanting bebas. Bergantung sepenuhnya pada Sang Maha Pemilik setiap hati.

Pada hakikatnya setiap orang tidak bisa menentukan kapan ia akan jatuh hati dan pada siapa hati itu akan dititipkan. Jika jatuh dengan tepat maka aman lah hatinya. Salah jatuh? Patah hati. Karena hati tak bisa dipaksakan, lantas biarkanlah ia memilih dengan bantuan-Nya. Oleh karena itu, Dekatkanlah hatimu padaNya. Kamu akan memiliki hati yang kuat.

Ada setidaknya satu pelajaran hidup bagi kita yang pernah atau tengah merasa patah hati. Bahwa itu adalah teguran yang paling sederhana (mungkin) dari Tuhan. Karena di sisi lain pula ternyata memang hidup itu butuh patah hati agar kita mau memeriksa kondisi hati.

Periksa di dalam hatimu barangkali kamu sudah terlalu jauh atau terlalu lama tidak menyebut nama-Nya. Ada nama seseorang yang seringkali menghiasi hatimu hingga mengenyampingkan Tuhan. Kamu seringkali menyebut nama selainNya, tidak sebanyak mengingat Tuhan. Tuhan seringkali diabaikan permintaanNya sementara kamu dengan tergopoh-gopoh membela apa yang seseorang itu minta padamu. Dan ya, mari kita periksa kondisi hati kita.

Catatan kaki:
Setiap pertemuan akan berakhir dengan perpisahan, apapun itu, saya bisa menerimanya tapi tetap saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita akan begitu terhanyut terbawa emosi.

Saat pertemuan ada kebahagiaan, saat perpisahan ada kesedihan (seringkali begitu). Namun, meski tidak mudah, dengan selalu bersamaNya maka segalanya selalu mungkin.

Dan yang saya sadari, sesungguhnya saat saya kehilangan, sebenarnya saya tidak pernah kehilangan. Sebab saya, pun dengan kamu, sejatinya tak pernah benar-benar memiliki apapun.

So, janganlah terlalu sedih, ya? :-)

Bandung, September (ceria)
tahun 2012

13 komentar:

  1. emmmterkadang memang kita terlalu larut dengan apa yng sudah dimiliki, sehingga ketika hal tersebut hilang, maka yang ada terkadang sedih berlebihan muncul, hemmmm :) nice post mas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya, bagi saya sedih itu adalah hal yang wajar. Akan tetapi jadi tidak wajar jika memang berlarut-larut. Terima kasih ^^

      Hapus
  2. "sejatinya kita tak pernah benar-benar memiliki apapun", dan sesuatu yang hilang, pasti digantikan dengan yang lebih baik :)
    salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waalaikumsalam. senang dikunjungi ma azie.. :D

      Hapus
    2. W.O.W *sambilnyengir hehehe

      Hapus
    3. Deuh yang abis makan siang.. Nyengir mulu! :D

      Hapus
  3. jiaaaah.... ampun suhu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. ampunan hanya milik Allah SWT. Bukan pd suhu.. *siapa jg yg jadi suhunya. -.-a

      Hapus
    2. jleeb...
      iya kang ::malu::

      Hapus
  4. kita tidak pernah tahu kapan kita mencintai seseorang "melebihi yang lain" oleh karenanya, pasti ada aja potensi tuk patah hati, bila perasaan in terlalu terlarut dalam lamunan, terlalu berimbas dalam amalan, terlalu terbesit dalam pikiran..

    BalasHapus
    Balasan
    1. selalu periksa hati ini, tentang siapa yg seringkali memenuhi sudut ruang ruang hati.

      Hapus
  5. patah hati, lem pake obat hati, he...
    ehm...ketika perasaan, hati dan emosi bersinergi dengan Husnudzon kepada Alloh, insya Alloh patah hati bisa dicegah...
    btw, kang ada award buat kang Aan

    BalasHapus

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Terima kasih.