9 Okt 2013

Arti Lembaga Ini (RZ)

Saya awali tulisan saya dengan kisah pengalaman pribadi sekitar pertengahan tahun 2010 lalu. Percakapan pendek nan sederhana saja. Ketika baru beberapa bulan saja bergabung dengan Rumah Zakat. Suatu malam di Toko Buku Gramedia, Jalan Merdeka, Bandung. Mendekatlah oleh seorang pria dewasa saat itu. Mengajak berbincang dan mulai membuka pembicaraan yang hingga hari ini tidak pernah saya lupakan.

“Mas, kerja dimana?” 
“Di Rumah Zakat, pak.”
“Rumah Sakit mana mas?”
“Di Rumah Zakat, pak.”
“Oh ya ya ya...”
“...”

Hahaha.

Kemudian hening sejenak, dan saya tersenyum. Lanjut sedikit ngobrol lagi deh. Entah, mungkin suara saya yang tidak terlalu fasih menyebut kata “Zakat” hingga lebih terdengar “Sakit” atau mungkin “Rumah Zakat” belum terlalu familiar bagi telinga si bapak hingga ia kontan saja lebih nyaman mendengar “Rumah Sakit”. Oh ya, yang pasti beliau memperkenalkan diri dengan nama Gerry, seorang Non-Islam.

Jika saya sudah menjadi orang besar atau orang hebat nanti, dan saat penulis biography menanyaiku tentang hal yang paling kuingat saat berstatus sebagai Amil di Rumah Zakat, akan saya ceritakan kejadian itu.

***
Suatu malam, ada tugas untuk “edukasi” keislaman. Tugas yang akan dibahas bersama itu adalah tentang Fiqih Haji dan Zakat. Bisa ditebak jika membahas tentang Zakat maka teman-teman satu edukasi akan sangat mempercayakan bahasan tersebut pada saya. Bagi mereka, akan lebih shahih jika yang membawakan adalah dari pelaku perzakatan langsung. Dari seorang Amil Zakat. Bagi mereka Zakat itu sama dengan Aan Sopiyan. Jelas ini membanggakan sekaligus jadi bahan perenungan bagi saya.

Bangga karena itu artinya saya setidaknya memiliki keahlian yang lebih diatas, diantara satu teman “edukasi”, tentang dunia perzakatan. Lantas yang jadi bahan perenungan adalah pada banyak kasus, masih banyak ummat Islam belum begitu memahami apa itu Zakat. Atau, masih juga ada yang merasa aneh dengan apa itu profesi sebagai Amil Zakat.

Memang, tidak dapat dipungkiri sebagian dari kita belum begitu ngeh apa sebenarnya Amil itu. Gambaran di masyarakat masih terkesan bahwa Amil adalah profesi tradisional. Dijalankan oleh orang tua, pencatatan ZIS (Zakat, Infak, Sedekah) masih sederhana, atau kencleng yang kumal, dan jauh dari kesan profesionalitas. Hingga pak Gerry mungkin tidak mengira saya, anak muda, berpakaian rapi (terlihat profesional) adalah seorang Amil, ada di Gramedia yang pada akhirnya beliau memutuskan untuk mau berkenalan dengan saya. Luar biasa, kan? #Eaakk

***
Setiap kejadian selalu menghadirkan banyak persepsi. Tergantung dari bagaimana cara kita memahami dan memandang kejadian tersebut. Bisa hitam atau putih. Baik atau buruk. Senang atau susah. Lapang atau sempit. Dan lain sebagainya. Bagi manusia, setiap kejadian adalah relatif; bergantung pada cara ia memandang kejadian tersebut. Nasehat terbaik untuk memandang setiap kejadian yang pernah saya terima yakni mari kita bersyukur saja atas segala ketetapanNya.

Inilah arti yang paling berharga yang saya dapat dari Rumah Zakat. Menjadi bagian dari lembaga ini memaksa saya untuk menjadi pribadi yang penuh syukur. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Terima kasih, terima kasih, terima kasih.

Iya, mana mungkin saya tidak bersyukur hidup di zaman ini dan tergabung dalam komunitas Pejuang (Mughozin). Menjadi bagian dari Rumah Zakat banyak mengubah Pemikiran, Perasaan, dan Tindakan serta Iman saya. Terima kasih untuk Abu Syauqi (founder Rumah Zakat) yang dengan visi besarnya menginisiasi berdirinya Rumah Zakat. Mari mensyukuri lembaga ini hingga bisa besar seperti sekarang. Menjadi “Kapal Perang Peradaban” untuk ummat yang di dalamnya bersama-sama untuk menjadi lebih baik.

Rumah Zakat menjadi sekolah kehidupan. Memberikan pembelajaran yang berkelanjutan. Tumbuh dan berkembang bersama dalam sebuah kesatuan. Nilai-nilai luhur yang dijunjung menjadikan saya terus berbenah diri. Bekerja bukan menjadi sekadar tuntutan atau kewajiban, tapi juga Hak: beribadah kepada Allah SWT.

Dengan syukur saya selalu merasa lebih baik saat di mana pun atau kapan pun berada. Lebih menjadi diri sendiri itu membuat bahagia. Kita renungkan lagi, seberapa sering sih kita bermimpi untuk memiliki hidup yang orang lain miliki? Melihat orang lain sepertinya bahagia, tapi "siapkah kita" dengan ujiannya? Bukankah kadar bahagia seorang hamba setakaran dengan ujiannya? Ujian sedikit bahagia sedikit, susah sedikit senang sedikit. Dan tahukah kita, ketika kita mengeluh dan protes atas hidup yang kita miliki, di luar sana jutaan orang ingin memiliki hidup seperti kita?

Ah, sungguh kita semua sedang menjalani takdir masing-masing, dengan kadar bahagia masing-masing dan kadar luka masing-masing, gak perlu iri. Bahagia mereka sepadan dengan deritanya, ujiannya, kita aja yang gak tahu.

Kata Mario Teguh juga setiap apa yang terjadi adalah selalu berakhir dengan kebaikan. Bagi kita yang memiliki iman kepadaNya, Dia Yang Maha Pengatur, setiap kejadian adalah sesuai dengan rencanaNya. Dan setiap rencanaNya selalu berakhir dengan kebaikan. Jika pun manusia merasa rencanaNya tidak baik: periksalah kembali iman kepadaNya. Dan tahukah kamu bahwa saat kita merasa rencanaNya “tidak baik” maka sesungguhnya rencanaNya hanya belum berakhir saja.

Mudah saja sebenarnya, Abu Syauqi menasehati kami para Amil untuk senantiasa berprasangka baik. Iya, berprasangka-baiklah terhadap hal apapun yang terjadi menimpa kita. Berpikir bahwa semua akan baik-baik saja, maka Tuhan akan membuatnya baik.

Rumah Zakat bagi saya juga seperti bunga. Tumbuh dan berkembang. Seringkali banyak orang yang tanpa sadar kini melihat lembaga ini sudah besar. Berkembang, berbunga, dan bermekaran. Tidak jarang bahkan menjadi sebuah fenomena tersendiri di masyarakat luas.

Mudah-mudahan Rumah Zakat semakin maju, semakin besar dan istiqomah di atas ranah perjuangan dakwah Islam.

Seperti seekor kuda yang lari, lebah yang membuat madu, maka manusia bila sudah berbuat baik, teruskanlah berbuat baik dalam riang atau pun diam.

8 komentar:

  1. karunia Alloh buat antum yang faham akan dunia per-zakat-an , subhannalloh
    Bagi-bagi ilmunya kang ^_^

    BalasHapus
  2. Ternyata kang aan kerja di rumah zakat
    hmm, cukup familiar dg beberapa program rumah zakat

    BalasHapus
    Balasan
    1. per hari ini masih beraktifitas, berjuang di RZ. Jangan-jangan teh Rizka adalah donatur RZ?

      Hapus
  3. pekerjaan yang mulia
    moga bukan cuma materi semata yang didapat di sana kang, tapi jauh lebih dari itu....

    BalasHapus
  4. baca tulisan ini jadi kangen temen2 rumah zakat :')

    BalasHapus

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Terima kasih.