23 Agu 2012

Menghakimi

Dalam suatu kesempatan seminar, saya menyaksikan seorang pembicara pengembangan kepribadian yang sangat terkenal. Ia dengan begitu lugasnya berbicara di depan. Rasanya dia bisa membius seluruh peserta untuk takjub dan terheran-heran dengan gaya ekspresifnya dalam membawakan acara seminar itu.

Dalam sesi ice breaking dia membicarakan bahwa pertandingan final sepakbola antara PSMS Medan melawan Sriwijaya FC, yang seyogyanya diadakan di Jakarta akhirnya dipindahkan ke Bandung.

Lalu dia menanyakan kepada peserta seminar, “Siapa yang menonton langsung pertandingan final itu, mohon angkat tangan!” Alhasil ada satu orang yang angkat tangan, dan serentak beberapa orang peserta lain mengeluarkan suara yang kurang asyik didengar seperti menyoraki orang lain, “Wuuu...”.

Tidak hanya itu, pembicara juga tanpa sadar mulai membuat si orang yang angkat tangan tadi menjadi terkesan malu karena pembicara kemudian berkata, “saya bingung, karena ternyata ada orang yang menonton pertandingan yang jelas-jelas tidak dibuka untuk umum karena pertandingan semi-final sebelumnya diwarnai dengan kebrutalan penonton di Jakarta dan akhirnya membuat PSSI tidak mendapat izin untuk membuka pertandingan ini untuk umum”.

Wajah orang yang mengangkat tangan itu berubah menjadi merah dengan pernyataan sang pembicara terkenal itu. Saya sulit menduga gejolak apa yang ada dalam dirinya karena pernyataan pembicara yang baru saja dia dengar, atau karena sorakan kecil peserta seminar.

Kemudian seminar dilanjutkan dengan topik yang sudah diagendakan. Tentang mengetahui apakah seseorang memberikan informasi yang salah kepada kita dalam hubungan kerja atau hubungan interpersonal yang kita miliki.

Pendek cerita, di sesi makan siang, saya mengambil posisi di salah satu sudut meja makan di area seminar. Ternyata orang yang tadi mengangkat tangan tersebut berada di meja, persis dekat di sebelah kiri saya, bersama teman lainnya. Apa yang sedang mereka bicarakan begitu jelas terdengar telinga saya.

Satu tanya-jawab yang menarik, dan memberi saya pelajaran penting ketika itu, saat teman duduknya bertanya, “Bapak, pekerjaannya apa?” Lalu dia menjawab, “Yah, begitulah.. serabutan saja. Sementara masih lebih sering menjadi kameramen untuk laporan olahraga.” Kemudian seabrek pembicaraan lain yang mereka lakukan hingga waktu makan siang selesai. –Bread For Friends–



14 komentar:

  1. Ih...ngeselin banget itu si bapak motivator yah mas..
    Don't judge a book by its cover..
    Kasian si bapak kameramen..untungnya dia sabar..#eaaa....
    ----->>jadi kesal sendiri ngebacanya...hahahaa
    Keren mas aan..lanjutkan..:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. gak boleh kesel, dah lebaran harus saling memaafkan, saling memaklumi. :) Bedewey, apa sih yg harus dilanjutkan?

      Hapus
    2. lanjutin nulis yg genrenya beginiii mas aann...errr..-___-

      Hapus
    3. enjeh.. baiklah.. mudah2an lanjut. ;)

      Hapus
  2. Walah, betul sekali kang :)

    puk puk bapak kameramennya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kameramennya baik hati dan tidak sombong.

      Hapus
  3. great...hahaha, gak kepikiran saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2, awalnya saya pun gak kepikiran. =_=

      Hapus
  4. hahahaha.... kirain si bapak kameramen bohong.. ternyata lagi bertugas sambil nonton... seharusnya sang motivator bertanya dulu gimana cara masuk stadionnya.. :)
    Kereen mas...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Motivatornya terlalu bersemangat, dan ya, kini kita paham kan kalo yang "terlalu" itu emang kurang pas.. :D

      Hapus
  5. jadi sebagai pemateri kudu hati-hati juga nih
    jangan sampai bikin malu peserta di khalayak banyak

    BalasHapus
  6. yah, jangan asal menghakimi orang begitu saja...
    butuh *ekstra sabar* juga ternyata baca postingan ini...
    kerenlah pokoknya..
    ^__^

    BalasHapus

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Terima kasih.