17 Okt 2012

Kehilangan

Rencana Tuhan selalu berakhir dengan kebaikan. Jika kamu merasa rencanaNya belum baik, maka sesungguhnya rencana Tuhan itu belum berakhir.

Setiap kejadian selalu menghadirkan banyak persepsi. Tergantung dari bagaimana cara kita memahami dan memandang kejadian tersebut. Bisa hitam atau putih. Baik atau buruk. Senang atau susah. Lapang atau sempit. Dan lain sebagainya. Bagi manusia, setiap kejadian adalah relatif; bergantung pada cara ia memandang kejadian tersebut.

Tapi sesungguhnya setiap apa yang terjadi adalah selalu berakhir dengan kebaikan. Bagi kita yang memiliki iman kepadaNya, Dia Yang Maha Pengatur, setiap kejadian adalah sesuai dengan rencanaNya. Dan setiap rencanaNya selalu berakhir dengan kebaikan. Jika pun manusia merasa rencanaNya tidak baik: periksalah kembali iman kepadaNya. Dan tahukah kamu bahwa saat kita merasa rencanaNya “tidak baik” maka sesungguhnya rencanaNya hanya belum berakhir saja.

Manusia harus mau mengerti bahwa semua yang sudah ditetapkanNya tidak ada yang salah, tidak ada yang memberatkan, tidak ada yang membebani. Hanya saja, manusia sering terburu-buru mengartikan segala sesuatu, setiap kejadian langsung menyalahkan pihak lain. Mencari “kambing hitam” atas segala kejadian yang dianggap tidak baik. Bahkan hingga menyalahkan Tuhan untuk sesuatu yang dirasa menyedihkan.

Mudah saja sebenarnya, berprasangka-baiklah terhadap hal apapun yang terjadi menimpa kita. Berfikir bahwa semua akan baik-baik saja, maka Tuhan akan membuatnya baik. Allah itu sebagaimana prasangka hambaNya.

Berfikirlah tenang dan mendalam dalam menghadapi masalah. Masalah ada sebagai ujian bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Jangan pernah menyerah, kembangkan terus harapan padaNya. Memang, ini terdengar hanya sebatas teori saja. Pada prakteknya akan menjadi tidak mudah. Tidak masalah! Meski tidak mudah, pada kenyataannya pun sudah banyak orang yang bisa mengatasi masalahnya. Bahkan masalah yang lebih besar dari apa yang kita hadapi.

Baiklah, saya juga manusia biasa, dan saya juga pernah “terjatuh” dalam berbagai hal atau kejadian yang menyakitkan. Kalau pun ditanya apakah saya pernah bersedih, pastinya saya akan jawab: sangat pernah.

Memang tidak selalu menangis jika saya bersedih. Terlahir sebagai laki-laki akan ada aturan tidak tertulis untuk tidak menangisi suatu hal yang tidak patut ditangisi, meski itu menyedihkan. Tapi yang pasti tidak ada yang salah dengan menangis. Manusiawi kok! Selain karena Tuhan sudah menciptakan air mata; maka sayang sekali jika tidak dimanfaatkan untuk membersihkan mata. Juga, konon menangis adalah tanda bahwa hati kita masih hidup. Asal tak berlebihan saja. Toh, setiap yang berlebihan kan tidak baik, ya?

Masalah yang menimpa, ujian yang datang, kesulitan yang menghadang janganlah terlalu dirisaukan. Allah tidak akan menguji hambaNya melebihi kemampuan si hamba tersebut.

Ambil pelajaran dari setiap kejadian yang hadir dalam hidup kita. Saya sendiri adalah manusia yang masih belajar untuk itu. Saya hanya bisa memohon ampunan padaNya lalu sebisa mungkin merenungkan masalah yang hadir pada diri ini jika masalah hadir. Mungkin saja Tuhan sedang memberikan pelajaran bersabar secara private dan eksklusif pada saya untuk menjadikan saya manusia yang lebih kuat. Juga, menurut para alim ulama bahwa setiap masalah yang menimpa adalah salah satu bentuk kasih sayang Tuhan pula pada saya, kamu, dan kita semua.

Saya ambil contoh pelajaran tentang sebuah kehilangan. Kehilangan apapun atau siapapun seringkali menyakitkan. Apalagi jika itu semua adalah hal-hal yang kita cintai. Semua datang dan pergi sesuai kehendakNya. Di satu sisi kehilangan memberikan rasa sakit yang tiada terperi, tapi di sisi lain juga sebaliknya. Ada kebaikan, kebahagiaan, atau kebenaran lain yang seringkali terlepaskan dalam sisi pandangan manusia. Takdir indah!

Saya membaca sebuah buku “Dunia Tanpa Kacamata”. Dan didalamnya mengutip pula hikmah dari novel penuh hikmah berjudul “Rembulan Tenggelam Di Wajahmu” karya Tere Liye.

Ada seseorang yang mempertanyakan lima pertanyaan besar dalam hidupnya yang membuat orang ini jauh dari rasa syukur. Sebelum kematiannya, saat dia terbaring koma, dia diberi kesempatan untuk bertemu seseorang berbaju putih yang akan menjawab lima pertanyaan besar tersebut. Salah satu pertanyaan besarnya adalah, “Kenapa langit begitu tega mengambil istrinya yang sangat dicintai? Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?”

Pertanyaan itu adalah pertanyaan ketiga saat dia mendapati istrinya tidak terselamatkan saat melahirkan bayi yang juga tidak selamat.

Lalu orang berbaju putih itu menjawab, “Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi, bukan dari sisi yang ditinggalkan. Dalam kasusmu, penjelasan ini amatlah rumit kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisi kau sendiri, yang ditinggalkan. Kau harus memahami dari sisi istrimu yang pergi...”

“Kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisimu, maka kau akan mengutuk Tuhan, hanya mengembalikan kenangan masa-masa gelap itu, bertanya apakah belum cukup penderitaan yang kau alami. Bertanya kenapa Tuhan tega mengambil kebahagiaan orang-orang baik, dan sebaliknya memudahkan orang-orang jahat. Kau tidak pernah berdamai dengan kematiaan istrimu.”

“Malam itu, Tuhan tidak sedang menghukummu, malam itu saat rembulan bersinar terang, saat gemintang tumpah ruah di angkasa menjelang subuh, saat itu Tuhan sedang mengirimkan seribu malaikat untuk menjemput istrimu. Subuh itu dia menjemput takdir terbaiknya, takdir langit yang hebat. Istrimu pergi setelah mendapatkan tujuan hidupnya...”

Dari sana saya belajar, Allah (lebih) tahu waktu terbaik, kapan dia harus memanggil hambaNya “kembali”. Dan dari sana saya memahami kenapa ada kejadian yang namanya “perpisahan”. Bahwa tidak selamanya kita selalu bersama dengan orang-orang yang kita kasihi, sayangi dan cintai. Orangtua, istri atau suami, anak-anak, keluarga, teman-teman, bahkan benda-benda, harta, jabatan atau binatang peliharaan kita pun akan ada masanya kita merasa kehilangan pada mereka semua.

Manusia harus cerdas secara emosional dalam menyikapi kehilangan. Tidak ada yang abadi, semua datang dan pergi. Tetapi yang perlu diingat, Tuhan tidak pernah bermaksud sedikit pun menyusahkan. Kepada yang sedang bersedih karena kehilangan, serahkan semua kepadaNya dan kamu akan baik-baik saja.

... dan saya pun baik-baik saja ...


Kamis, 11 Oktober 2012

15 komentar:

  1. dengan kehilangan
    membuktikan suatu cinta seseorang
    karena cinta kan makin tumbuh ketika kehilangan menghampirinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. entah kenapa..koq setuju dengan komen ini :)

      ketika sudah kehilangan baru merasakan begitu berhargana "sesuatu" entah apa saja...bisa barang, manusia or lainnya^^.
      semoga aku termasuk seseorang yg bisa menghargai dia yg ada disampingku dan dia yang meninggalkanku. nice

      Hapus
  2. Melihat sisi lain dari kejadian yg barangkali bagi sebagian orang "menyakitkan" tapi nampaknya dari sana-lah justru pelajaran bermakna kita dapatkan: Kehilangan. Good point!

    BalasHapus
  3. saya semakin yakin terhadap apa yang saya yakini, bahwa selalu ada sisi positif yang bisa kita pikirkan dan kita tanamkan dalam pikiran kita terhadap semua kejadian yang pernah terjadi. hidup ini indah ketika kita bisa berfikir selalu positif. begitu kira kira Mr. Aan?

    :)

    BalasHapus
  4. gabuuung.
    ...saya juga baik-baik saja.:)

    BalasHapus
  5. selalu sepakat disetiap kalimat yang memotivasi untuk tak larut dalam kesedihan. Meski rasa itu takkan pernah terbantahkan, pasti akan "ADA" saat kita kehilangan, tapi dengan belajar untuk mencari setiap hikmah dari semua kejadia akan lebih baik.. :D

    BalasHapus
  6. Apapun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalkan.
    -Tere Liye, novel 'Rembulan Tenggelam Di Wajahmu'-

    BalasHapus
  7. hikmah adalah bagian dari rencanaNya...

    BalasHapus
  8. Rencana Tuhan selalu berakhir dengan kebaikan. Jika kamu merasa rencanaNya belum baik, maka sesungguhnya rencana Tuhan itu belum berakhir..
    maka bersabarlah menunggu kedatangan rencana terbaik itu.. :)

    waah, aan sedang mrasa kehilangan ya? hmmb. sama donk.. #eh
    ah, sy yakin kita akan baik2 saja..Semangat! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe. yg penting jgn sampai kehilangan kamu deh Phi. #Eaa Tenang aja, kita memang akan baik2 saja. InsyaAllah. :D

      Hapus
  9. Kembali…
    Adalah ziarah panjang menapaktilasi ruang dan waktu kita bermula....


    ah, kalimat 'baik-baik saja' jadi penyemangat yang ampuh, meski yah diam-diam sedikit rapuh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. novi rahantan_ Demikianlah, ego kami. Selalu rapuh :)

      Hapus
  10. Artikel yg sangat berguna...thanks for share

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kunjungannya, Dian.

      (Baru balas komentarnya setelah satu tahun lebih berlalu)

      Hapus

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu. Terima kasih.